Soal Hilirisasi, Chatib Basri: RI Gak Harus Ikuti Saran IMF!

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
11 July 2023 10:05
Ekonom Senior, Chatib Basri dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022). (Tangkapan layar via Youtube PerekonomianRI)
Foto: Ekonom Senior, Chatib Basri dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022). (Tangkapan layar via Youtube PerekonomianRI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Program hilirisasi yang sempat dikritik oleh Dana Moneter Internasional (IMF) turut membuat ekonom senior sekaligus Menteri Keuangan (periode 2013-2014) Muhammad Chatib Basri ikut buka suara.

Chatib mengungkapkan, program hilirisasi yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) mampu meningkatkan daya tahan ekonomi Indonesia, oleh karena itu program ini harus terus dilakukan dan dikembangkan.

Oleh karena itu, saran IMF yang dituangkan di dalam article IV, yang meminta pemerintah menghentikan hilirisasi, menurut dia tidak perlu dituruti. Sebab, yang mengetahui untung rugi dari kebijakan negara adalah pemerintah dan masyarakat Indonesia sendiri.

"Dia bisa bikin assement tentang Indonesia, tapi tidak ada alasan Indonesia harus nurut dengan siapapun, jadi kalau kita bikin kebijakan bukan karena disuruh IMF-World Bank, tapi kita lihat kebijakan itu baik atau enggak," tutur Chatib Basri saat berbincang dengan CNBC Indonesia, dikutip Selasa (11/7/2023).

Pada 2020, Jokowi sudah melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri. Kegiatan larangan ekspor itu dibarengi dengan pengembangan hilirisasi nikel di dalam negeri.

Hingga saat ini, pemerintah mengklaim hilirisasi nikel pada 2022 telah mencetak nilai tambah sebesar US$ 33 miliar atau Rp 514,3 triliun (kurs Rp15.585 per US$). Realisasi itu naik signifikan dari yang tahun 2021 mencapai US$ 20,9 miliar, bahkan dari tahun 2018-2019 yang hanya US$ 3,3 miliar.

"Nikel itu sampai sekarang contoh sukses, tapi apakah akan terus berlangsung atau enggak itu yang harus diperhatikan," jelas Chatib.

Kendati demikian, kata Chatib memang ada risiko yang bisa ditimbulkan dari program hilirisasi, yakni menyebabkan harga komoditas menjadi sangat mahal di tingkat global. Sehingga ini berpotensi membuat negara mitra tujuan ekspor Indonesia mencari barang pengganti sebagai bahan baku industrinya.

Industrialisasi pun adalah kunci untuk terus melanggengkan program hilirisasi di tanah air.

Tanpa industrialisasi di dalam negeri, komoditas mineral mentah yang tak boleh diekspor itu akan menekan penerimaan negara. Selain karena tak lagi ada yang mau membelinya, akibat harganya melonjak, pemroses di dalam negeri juga tak terjadi karena industrialisasi tak berjalan.

"Misalnya nikel yang ekspornya dilarang, maka harganya akan naik. Pertanyaannya mungkin enggak negara lain bikin substitusi nikel? waktu Arab Saudi embargo minyak harga minyak naik, muncul enggak renewable energy? rubber juga waktu harganya tinggi muncul nggak sintetik rubber?" ujar Chatib.

"Jadi Indonesia nggak bisa berhenti hanya larang ekspor nikel, kita harus masuk proses industrinya juga, kalau enggak itu diambil orang. Jadi kebijakan itu benar, tapi harus di-combine dengan industrialisasi," kata Chatib lagi.


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IMF Minta Jokowi Hapus Hilirisasi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular