
RI Sukses Kontrol Inflasi, Tapi Rakyat Mulai 'Makan Tabungan'

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia tercatat mampu mengembalikan laju inflasi di kisaran target 3% plus minus 1% per Juni 2023. Padahal, inflasi sempat naik tinggi selama Covid-19 mencapai 5,95% pada September 2022.
Tidak hanya mengendalikan inflasi dari sisi pasokan, tetapi Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga hingga 225 basis poin sejak Agustus 2022 menjadi 5,75% hingga saat ini.
Alhasil hanya dalam kurun waktu 9 bulan, kenaikan indeks harga konsumen atau IHT itu dapat diturunkan secara bertahap ke level 3,52%. Ini terjadi pada saat negara-negara lain, khususnya negara maju masih menghadapi tekanan inflasi yang tinggi, seperti Amerika Serikat dan kawasan Eropa.
Ekonom senior Indonesia, Chatib Basri, yang juga mantan menteri keuangan menjelaskan, melemahnya tekanan inflasi di Indonesia memang sebagian besar berkat kemampuan Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang berhasil mengendalikan pasokan dan harga.
"Mesti diakui kebijakan BI kontrol core inflation berhasil, kemudian kemampuan pemerintah menjaga stabiltasi pangan juga berhasil, kemudian TPIP-TPID itu juga untuk administered price supaya transport enggak naik saat BBM naik, itu berhasil," kata Chatib Basri kepada CNBC Indonesia, seperti dikutip Senin 10/7/2023).
Namun patut diketahui bahwa upaya menekan inflasi ke level berimbas pada daya beli. Tergambar dari landainya tingkat belanja masyarakat, bahkan saat periode menjelang Lebaran atau Idul Fitri 2023, sebagaimana data yang tercatat dalam Mandiri Spending Index (MSI) April 2023.
Indeks nilai belanja masyarakat pada awal April tercatat 136,4 sementara frekuensi orang berbelanja sebesar 160,5. Nilai belanja ini hanya naik 4,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sedangkan pada akhir 2021 tumbuhnya 19%. Padahal, mobilitas masyarakat sudah jauh lebih longgar ketimbang saat pandemi.
"Jadi kita harus fair juga BI berhasil dari situ, pemerintah tangani inflasi berhasil, tapi kita akan berhadapan dengan purchasing power mulai melemah terutama di kuartal II, III, dan IV, makanya saya bilang growth kita akan slowdown, kita gak mungkin setinggi 5% lagi," tegas Chatib Basri.
'Makan Tabungan'
Faktanya, keinginan masyarakat untuk belanja, yang juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia per Mei 2023, sebetulnya tak lagi bakal banyak ditopang oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah. Sebab, kelompok pendapatan Rp 1-2 juta yang paling pesimis melihat kondisi ekonomi ke depan.
Berdasarkan data itu, IKK kelompok pendapatan Rp1-2 juta hanya sebesar Rp 116,5, turun dari April 2023 sebesar 120. Sementara itu, kelompok pendapatan Rp 2,1 juta sampai dengan di atas Rp 5 juta masih naik optimismenya.
Chatib Basri menjelaskan, kelompok pendapatan terendah memang sejak masa Covid-19 adalah yang paling terdampak perekonomiannya, karena mereka juga telah menggunakan tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti makan.
Sementara itu, pendapatan di atasnya masih memiliki tabungan selama pandemi karena keterbatasan aktivitas. Pengeluaran mereka hanya tertuju pada kebutuhan sehari-hari, sedangkan pengeluaran untuk jalan-jalan atau wisata hingga belanja barang bermerek, tak terpakai sehingga tabungannya malah naik.
"Itu kenapa perbedaan siginfikan antara kelompok Rp 4 juta ke bawah dibanding ke atas karena kelompok atas masih bisa punya tabungan yang bawah harus pertahankan hidupnya ketika inflasi naik. Bagaimana caranya dia harus pertahankan hidupnya untuk tetap makan, savingnya di kurangi," tutur Chatib Basri.
Bank Indonesia (BI) sebelumnya telah melaporkan bahwa rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi atau average propensity to consume ratio Mei 2023 tercatat sebesar 75,4 persen. Menurut BI, angka tersebut relatif stabil bila dibandingkan pada April, yakni sebesar 75,2 persen.
Sementara itu, rata-rata proporsi pembayaran cicilan atau utang (debt to income ratio) juga relatif stabil bila dibandingkan dengan proporsi bulan sebelumnya, yakni sebesar 8,8 pesen. Namun, proporsi pendapatan konsumen yang disimpan (saving to income ratio) tercatat menurun pada Mei 2023, yaitu menjadi sebesar 15,7 persen.
Jika dibedah lebih lanjut, porsi tabungan terhadap pendapatan Survei Konsumen (SK) terindikasi menurun di seluruh kategori pengeluaran. Kelompok dengan dengan pengeluaran Rp1 juta hingga Rp2 juta menjadi catatan paling miris.
Porsi tabungan terhadap pendapatan kelompok ini terindikasi menurun menjadi 17,6 persen pada Mei 2023, dari sebelumnya 15,6 persen pada April 2023. Angka ini turun sebesar 2,1 persen.
Dengan demikian, fenomena kelompok menengah bawah yang 'makan tabungan' memang telah terjadi. Hal ini harus menjadi perhatian bersama.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Chatib Basri Beri Warning Tanda-tanda Ekonomi RI Melambat