Internasional

Kekompakan NATO Diuji Pekan Ini, Pecah atau Bersatu?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Senin, 10/07/2023 07:58 WIB
Foto: AP/Olivier Matthys

Jakarta, CNBC Indonesia - Kekompakan aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) akan diuji pada perhelatan konferensi tingkat tinggi (KTT) tahunan di Vilnius, Lituania pekan ini.

Saat ini aliansi keamanan terbesar di dunia itu sedang berjuang untuk mencapai kesepakatan untuk mengakui Swedia sebagai anggota ke-32. Situasi pengeluaran militer oleh negara-negara anggota juga tertinggal dari tujuan jangka panjang.

Tidak hanya itu, ketidakmampuan untuk berkompromi tentang siapa yang harus menjabat sebagai pemimpin NATO berikutnya memaksa perpanjangan masa jabatan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg untuk satu tahun mendatang.


Masalah Ukraina juga disebut menjadi persoalan sendiri bagi anggota NATO. Beberapa anggota menyebut memasukan Kyiv ke dalam aliansi menjadi langkah yang diperlukan untuk mencegah agresi Rusia di Eropa Timur, tetapi lainnya khawatir itu akan menjadi provokasi yang dapat memicu konflik lebih luas.

"Saya kira (Ukraina) belum siap untuk menjadi anggota NATO," kata Presiden Joe Biden dalam wawancara dengan CNN International yang disiarkan hari Minggu (9/7/2023).

Biden menyebut bergabung dengan NATO mengharuskan negara-negara untuk memenuhi semua kualifikasi, mulai dari demokratisasi hingga berbagai masalah lainnya. Dia juga mengatakan AS harus memberikan bantuan keamanan jangka panjang ke Ukraina sebagai kapasitas untuk mempertahankan diri, seperti halnya dengan Israel.

Ujian terbaru solidaritas NATO muncul terkait memberikan munisi tandan ke Ukraina. Lebih dari dua pertiga anggota aliansi melarang senjata tersebut karena memiliki rekam jejak yang menyebabkan banyak korban sipil. AS, Rusia, dan Ukraina tidak termasuk di antara lebih dari 120 negara yang belum menandatangani konvensi yang melarang penggunaan bom.

AS dan Jerman bersikeras bahwa fokusnya harus pada penyediaan senjata dan amunisi ke Ukraina, daripada mengambil langkah yang lebih provokatif dengan memberikan undangan resmi untuk bergabung dengan NATO. Sementara negara-negara di sayap Timur NATO -Estonia, Latvia, Lituania, dan Polandia- menginginkan jaminan yang lebih kuat untuk keanggotaan di masa mendatang.

NATO dapat memutuskan untuk meningkatkan hubungannya dengan Ukraina, menciptakan Dewan NATO-Ukraina dan memberi Kyiv kursi di meja untuk konsultasi.

Mengenai kemungkinan masuknya Ukraina ke dalam NATO, aliansi tersebut sempat mengatakan pada 2008 bahwa Kyiv pada akhirnya akan menjadi anggota.

Namun sejak saat itu, hanya sedikit tindakan yang dapat merealisasikan tujuan tersebut. Sampai Presiden Rusia Vladimir Putin berhasil menduduki sebagian Ukraina pada 2014 dan kemudian mencoba merebut ibu kota pada 2022 dengan invasinya.

"Zona abu-abu adalah lampu hijau untuk Putin," kata Daniel Fried, mantan duta besar AS untuk Polandia yang sekarang menjadi rekan terhormat di Dewan Atlantik, seperti dikutip Associated Press.

Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyerukan sinyal terpadu dari NATO di Ukraina dan negaranya untuk bergabung dengan aliansi tersebut.

"Ini akan menjadi pesan penting untuk mengatakan bahwa NATO tidak takut pada Rusia," kata Zelensky melalui seorang penerjemah dalam wawancara dengan ABC, ketika ditanya apakah dia akan datang ke Vilnius.

"Ukraina harus mendapatkan jaminan keamanan yang jelas saat tidak berada di NATO. Dan itu adalah poin yang sangat penting. Hanya dalam kondisi seperti ini pertemuan kita akan bermakna. Kalau tidak, itu hanya politik lain."

Dalam beberapa hal, perang di Ukraina disebut telah menghidupkan kembali NATO, yang dibentuk pada awal Perang Dingin sebagai benteng melawan Rusia. Anggota NATO telah mengerahkan perangkat keras militer ke Ukraina untuk membantu serangan balasannya, dan Finlandia mengakhiri sejarah ketidaksejajaran dengan menjadi anggota ke-31 NATO.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Rusia Tuding Latihan Militer NATO Jadi Persiapan Serang Rusia