Kisi-Kisi Kedatangan Yellen ke China: Derisking-Perang-Utang!
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan (Menkeu) Amerika Serikat (AS) Janet Yellen akan tiba di China pada Kamis (6/7/2023) ini. Kedatangannya terjadi saat dua adidaya ekonomi itu tegang di Pasifik.
Mengutip AFP, kunjungan Yellen akan berlangsung hingga 9 Juli mendatang. Berikut topik bahasan antara Yellen dan China sebagaimana dikutip beberapa sumber:
1. De-risking
Washington dan Beijing telah berselisih dalam beberapa tahun terakhir atas berbagai masalah geopolitik yang memanas. Ini kemudian memicu keyakinan di antara beberapa pembuat kebijakan bahwa Amerika Serikat (AS) harus memisahkan diri secara ekonomi dari China.
Banyak pejabat dalam pemerintahan Presiden Joe Biden menekankan istilah 'de-risking' yang tidak terlalu drastis atau perlindungan yang ditargetkan pada sektor-sektor tertentu saja yang dianggap penting bagi keamanan nasional. Ini terkadang memicu respon keras dari China.
"Ini sangat diterima karena AS berusaha untuk menyudutkan China, mencoba untuk menghentikan kebangkitannya," Lindsay Gorman, seorang rekan senior di German Marshall Fund.
"De-risking pada dasarnya adalah hal yang sama (seperti decoupling) dalam pikiran mereka," katanya.
2. "Perang" Baru Semikonduktor
Semikonduktor mewakili kesalahan utama, dengan China berusaha melindungi industri domestiknya yang masih baru dari pembatasan ekspor yang diberlakukan oleh AS. Pada bulan Maret, Beijing meluncurkan penyelidikan terhadap pembuat chip AS Micron.
Ini terjadi lima bulan setelah Washington meluncurkan pembatasan yang bertujuan untuk memutus akses China ke chip kelas atas. peralatan pembuat chip, dan perangkat lunak yang digunakan untuk merancang semikonduktor.
Washington telah memasukkan banyak perusahaan China ke daftar hitam untuk mencegah mereka mengakses chip paling canggih sambil mendorong sekutunya seperti Belanda dan Jepang untuk mengikutinya.
Langkah ini dibalas Beijing dengan pemberlakuan kontrol ekspor. China membatasi ekspor dua logam langka, galium dan germanium, dengan alasan masalah keamanan.
3. Utang?
Utang juga akan menjadi agenda Yellen. Baik utang AS yang menjulang tinggi ke China maupun pinjaman kontroversial Beijing kepada negara-negara berkembang yang kini berjuang untuk melunasinya.
Kunjungan Yellen juga merupakan kesempatan bagi Washington untuk mengoordinasikan upaya dengan Beijing dalam membantu negara-negara berkembang yang terlilit utang menghindari krisis keuangan. Misalnya Sri Lanka di Asia dan sejumlah negara Afrika.
"Pertanyaan terbuka adalah apakah China hampir mencapai kesepakatan dengan Sri Lanka atau Ghana mengenai persyaratan restrukturisasi utang resmi," kata Brad Setser, mantan pejabat Departemen Keuangan dan sekarang anggota senior di Dewan Hubungan Luar Negeri.
4. Raksasa Teknologi
Perusahaan teknologi top China telah menghadapi peningkatan pengawasan global di beberapa Negara Barat dalam beberapa tahun terakhir. Alasan keamanan nasionalnya menjadi penyebab.
AS telah memperingatkan bahwa menggunakan peralatan yang dibuat oleh Huawei, raksasa teknologi China, dapat berarti memberikan akses ke infrastruktur yang dapat digunakan untuk spionase negara. Klaim itudibantah keras oleh Beijing.
Sementara itu, platform media sosial TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance yang berbasis di Beijing, juga menimbulkan keheranan di Washington. AS diketahui khawatir tentang keamanan data pengguna dan potensi aplikasi tersebut untuk digunakan sebagai alat propaganda untuk Partai Komunis China.
5. Perdagangan
Tarif yang diterapkan selama perang dagang yang diluncurkan oleh mantan presiden AS Donald Trump juga kemungkinan akan dibahas selama perjalanan. Ini dikatakan Gorman dari German Marshall Fund kepada AFP.
Namun, pihaknya tidak berpandangan AS ingin menghapus tarif. Apalagi, menurutnya penghapusan tarif tidak dapat dilaksanakan sepihak saja.
"Saya kira apa pun yang kami dengar dari pernyataan publik tidak menunjukkan bahwa itu benar-benar menjadi agenda utama," pungkasnya lagi.
6. Lingkungan Bisnis
Lingkungan bisnis untuk perusahaan AS yang beroperasi di China juga semakin menantang. Apalagi dengan serangkaian penggerebekan dan investigasi yang menakuti perusahaan asing.
Amandemen baru-baru ini terhadap undang-undang anti-spionase China telah menyebabkan banyak kekhawatiran bagi bisnis asing. Masalahnya, aturan itu memperluas definisi mata-mata sambil melarang transfer informasi yang berkaitan dengan keamanan nasional.
"Jika ada dimulainya kembali dialog, maka investor asing menjadi sedikit lebih percaya diri bahwa berinvestasi di China adalah proposisi jangka panjang," ujar seorang rekan senior di Council on Foreign Relation, Edward Alden.
"Jika tidak, jika semua sinyal menunjukkan tahap awal pemisahan sedang berlangsung, hal cerdas yang harus dilakukan investor asing adalah mencari jalan keluar," tambahnya.
(sef/sef)