
5 Juta Ton Bijih Nikel Dicuri, Ratusan Miliar Uang RI Lenyap!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar adanya 5 juta ton bijih nikel RI diekspor secara ilegal sepanjang 2021-2022 tentunya merugikan Indonesia. Selain melanggar aturan karena Indonesia melarang ekspor bijih nikel sejak 2020 lalu, Indonesia juga diperkirakan merugi ratusan miliar.
Perkiraan kerugian tersebut dihitung berdasarkan hanya dari tak adanya penerimaan royalti dari 5 juta ton bijih nikel yang telah ditambang tersebut.
Kebijakan larangan ekspor bijih nikel sendiri dilakukan agar Indonesia bisa melakukan hilirisasi atau pemurnian dan pemrosesan nikel di dalam negeri, sehingga nilai tambah untuk negara ini bisa lebih besar lagi.
Kehebohan ini bermula ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan adanya dugaan kasus ekspor ilegal bijih nikel RI ke China sejak 2021 lalu. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 5 juta ton bijih nikel RI diduga telah diselundupkan ke Negeri Tirai Bambu sejak 2021-2022.
Ketua Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK Dian Patria menyebut, informasi dugaan ekspor ilegal bijih nikel tersebut berasal dari Bea Cukai China.
"Data ini sumbernya dari Bea Cukai China," ujar Dian, dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (23/6/2023).
Terbaru, daftar pelaku dari kegiatan ekspor ilegal bijih nikel ke China sebanyak 5 juta ton selama 2021-2022 nyatanya sudah dikantongi oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Negara Rugi Ratusan Miliar
Tidak diketahui pasti profil bijih nikel yang diekspor ilegal ke Negeri Tirai Bambu, dan berapa besar ekspor ilegal itu dilakukan setiap bulannya dari medio 2021 hingga 2022.
Meski demikian, dengan asumsi Harga Mineral Acuan (HMA) nikel Juni yang berkisar di US$ 41,22/ton bijih (kadar nikel 1,6% dan kandungan lengas 35%) hingga US$ 68,55/ton bijih (kadar nikel 2,0% dan kandungan lengas 30%), CNBC Indonesia menghitung, potensi kerugian negara dari royalti saja mencapai Rp 309 miliar hingga Rp 514 miliar.
Meski demikian, angka tersebut bisa jauh lebih tinggi, mengingat harga nikel tahun lalu sempat melonjak pasca pecahnya perang antara Ukraina dan Rusia yang membuat pasokan nikel tertekan. Bahkan Bursa Logam London (LME) sempat menangguhkan dan menganulir perdagangan nikel, yang sempat menembus US$ 100.000/ton logam.
Sementara itu, kerugian lain yang lebih susah terukur juga ikut timbul dari aksi pencurian nikel ini, mulai dari potensi pajak yang menguap hingga hilangnya efek ganda apabila bijih nikel tersebut tetap berada di dalam negeri.
Sementara itu, catatan APNI memberikan gambar yang lebih suram dengan kerugian negara diperkirakan jauh lebih besar atau ditaksir dapat mencapai Rp 1,5 triliun.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey. Dia merinci, kerugian Indonesia dari ekspor ilegal bijih nikel pada 2021 diperkirakan mencapai US$ 48 juta atau sekitar Rp 719,8 miliar (asumsi kurs Rp 14.996 per US$). Pada 2022, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai US$ 54,6 juta atau setara Rp 818,7 miliar.
Perhitungan APNI sendiri didasari oleh jenis barang yang diekspor ke China. Meidy menjelaskan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti kegiatan ekspor ilegal bijih nikel dengan mengonfirmasikannya kepada Bea Cukai China yang mana didapatkan informasi bahwa kode barang yang diekspor adalah HS Code 2604.
Meidy menyebut bahwa HS Code 2604 merupakan kode untuk barang yang dihasilkan dari pabrik, bukan dari tambang.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kecolongan 5 Juta Ton Bijih Nikel ke China, Kok Bisa?
