
Top! Menteri Ini Ogah Rumput Laut RI Diekspor Mentah-mentah

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kelautan dan Perikananan Sakti Wahyu Trenggono akan melakukan hilirisasi rumput laut. Dia menyebut hilirisasi rumput laut akan dilakukan melalui proyek percontohan (modelling) yang bakal dilakukan serentak di lima wilayah, yakni Wakatobi, Maluku Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Buleleng, dan Rote Ndao.
"Fokus kami dalam hilirisasi rumput laut di kelima wilayah ini sekarang (dan) sebisa mungkin serentak," ungkap Trenggono saat ditemui di Tambak Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) Kebumen, Jawa Tengah, Senin (26/6/2023).
Trenggono menjelaskan hilirisasi rumput laut dilakukan karena budi daya rumput laut di Indonesia selama ini masih tradisional, dan hasil budi dayanya langsung diekspor begitu saja tanpa diolah terlebih dahulu. Padahal jika rumput laut tersebut diolah terlebih dahulu akan memberi nilai tambah bagi Indonesia.
Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana membuat percontohan hilirisasi rumput laut dari hulu hingga hilir, mulai dari kultur jaringan, pembibitan, hingga panen.
Trenggono berharap dengan dilakukannya hilirisasi rumput laut bisa jadi salah satu komoditas juara di dunia, selain lobster, kepiting, tilapia, dan udang.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, saat ini produksi rumput laut Indonesia yang terbesar kedua di dunia ada jenis Cottoni dan Gracilaria. Namun, masih terdapat jenis rumput laut lainnya di Indonesia yang bisa dikembangkan.
![]() Ilustrasi rumput laut (Dok: detikcom/Agung Pambudhy) |
"Ada lima jenis rumput laut yang bisa dikembangkan dan seluruhnya itu memiliki nilai ekonomi yang besar, bisa untuk farmasi, makanan, pupuk, dan pakan ikan, menggantikan tepung ikan, hingga produk-produk pengganti plastik. Jadi turunannya banyak," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP TB Haeru Rahayu menyebut persoalan teknis dari rumput laut sebetulnya sudah selesai, yang masih bermasalah saat ini di sektor hilirnya.
"Rumput laut itu (kalau) persoalan teknis nya menurut saya, dan saya yakin betul itu sudah selesai. Persoalannya adalah di sektor hilirnya. Kenapa?," ucapnya.
Pria yang akrab disapa Tebe menjelaskan, biasanya para pembudidaya rumput laut setelah menanam bibitnya, kemudian panen itu langsung dijual begitu saja saat rumput laut tersebut masih basah hingga dikeringkan sampai 25-30% kadar airnya.
"Biasanya kita menanam bibit rumput laut terus panen itu hanya basah doang, dikeringkan 25% sampai 30% kadar airnya, habis itu dijual, sudah," terangnya.
Padahal, katanya, turunan dari rumput laut itu macam-macam, bisa jadi obat, bisa untuk kosmetik, kecantikan dan lain sebagainya. Tebe mengungkapkan, KKP saat ini tengah mendorong Ditjen PDS (penguatan daya saing) untuk melakukan hilirisasi.
"Kalau harga jual sekarang ini, tahun lalu (2022) dan tahun sebelumnya (2021) itu lumayan, sekilo bisa mencapai Rp 25.000-Rp 30.000 per kg. Sekarang agak drop lagi saya dengar. Tapi kalau sudah bisa jadi bahan kosmetik dan lain sebagainya, ini nilainya bisa 4-5 kali lipatnya. Ini yang sedang kita challenge," tegasnya.
(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Punya Harta Karun Laut Raksasa, Mau Diolah Jadi Ini
