Ini Sederet Manfaat Minyak Sawit RI yang Bikin Eropa 'Takut'

redaksi, CNBC Indonesia
Selasa, 27/06/2023 06:45 WIB
Foto: Bongkar Muat Minyak Crude Palm Oil (CPO) (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Minyak sawit saat ini tengah menghadapi tantangan dari kebijakan terbaru Uni Eropa (UE), yaitu Undang-undang (UU) antideforestasi (European Union Deforestation Regulation/ EUDR).

UU yang mulai diberlakukan sejak Mei 2023 itu berpotensi menjegal masuknya minyak sawit, kopi, kakao, kayu, karet, dan sapi, serta produk turunannya jika dianggap dihasilkan dari proses yang memicu deforestasi.

Sementara, minyak sawit adalah komoditas unggulan RI sebagai pemasok terbesar di dunia, dengan ekspor mencapai 33,92 juta ton tahun 2022 (data GAPKI).


Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengungkapkan, sepanjang tahun 2022, Indonesia menikmati sumbangan devisa sebesar US$38,078 miliar dari ekspor minyak sawit. Yang merupakan nilai tertinggi sepanjang sejarah.

Lalu, apa saja manfaat minyak sawit?

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung menjelaskan, pemanfaatan minyak sawit terbagi ke dalam 3 jalur, yaitu pangan, oleochemical, sampai bioenergi.

"Untuk pangan, jalur hilirisasi sawit di Indonesia menghasilkan minyak goreng, margarin. Juga untuk produksi es krim, mi, dan cokelat. Serta, mikronutrien diantaranya produksi vitamin A (enkapsulat) dan E (enkapsulat)," kata Tungkot dikutip Selasa (27/6/2023).

Sementara jalur olechemical, lanjutnya, minyak sawit bisa menghasilkan sabun, deterjen, kosmetik, sampai campuran bank dan zat pewarna.

Dan, di jalur bioenergi maupun biofuel, minyak sawit bisa dimanfaatkan jadi biodiesel, bioetanol, bahkan avtur sawit.

"Dan, produk hilir sawit (produk olahan antara dan produk jadi) kini semakin mendominasi ekspor produk sawit Indonesia," katanya.

"Pangsa ekspor produk hilir sawit terus meningkat dari 48 persen tahun 2011 menjadi 93 persen pada tahun 2021," ujar Tungkot.

Karena itu lah, imbuh dia, Indonesia harus memperlakukan kebijakan suatu negara yang berpotensi menyulitkan minyak sawit sebagai serangan atas daya saing yang dimiliki minyak sawit RI.

Termasuk, UU antideforestasi yang diberlakukan Uni Eropa.

"Isu deforestasi yang digulirkan Uni Eropa ini adalah yang kesekian untuk sawit. Sebelumnya ILUC, indirect land use change (mengkategorikan risiko pemanfaatan lahan suatu komoditas)," katanya.

Padahal, lanjut Tungkot, jika bicara deforestasi, seluruh dunia juga deforestasi, hanya waktunya saja yang berbeda.

"Ini harus kita baca, kita harus letakkan bagian daripada kompetisi bisnis. Hanya ada 2 strategi bisnis, pertama adalah strategi perang harga, price war atau price competition. Kedua adalah nonprice competition," tambahnya.

Jika mengandalkan persaingan harga, ujar Tungkot, sudah pasti minyak nabati Eropa seperti minyak dari rapeseed, kedelai, maupun bunga matahari kalah dibandingkan minyak sawit.

"Salah satu penyebab minyak sawit lebih murah adalah karena produktivitasnya tinggi. Karena itu Eropa nggak mungkin menang bersaing secara harga," kata dia.

"Maka dipilihlah nonprice dan itu logis ya. Antara lain melakukan kampanye negatif, menjelek-jelekkan pesaing. Ini yang dilakukan Eropa sejak tahun 80-an sampai sekarang untuk menghantam sawit," pungkasnya.

Foto: Bos Sawit Bongkar Sebab Produksi & Ekspor Sawit RI Turun (CNBC Indonesia TV)
Bos Sawit Bongkar Sebab Produksi & Ekspor Sawit RI Turun (CNBC Indonesia TV)

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menyampaikan hal senada.

Menurut Eddy, produktivitas lebih tinggi membuat minyak sawit lebih kompetitif di perdagangan minyak nabati internasional.

"Sehingga bagi negara penghasil minyak nabati di luar sawit, ini menjadi tantangan. Saya lebih melihat ini kompetisi bisnis sehingga mereka mengambil langkah untuk melakukan kampanye negatif agar menjatuhkan sawit, meng-exclude minyak sawit dari perdagangan nabati dunia," kata Eddy.

"Banyak isu yang disampaikan, dari kesehatan, isu HAM, deforestasi. Uni Eropa sudah menerapkan Undang-undang yang mengatur agar produk yang dihasilkan dari deforestasi tidak masuk ke Uni Eropa. Ini gencar dilakukan Uni Eropa," tukasnya.

Sehingga, kata dia, saat ini pemerintah tengah melakukan upaya, salah satunya berdialog dengan masyarakat Uni Eropa.

Inovasi Sawit

Di sisi lain, Eddy mengungkapkan, sejumlah penelitian atas manfaat dan upaya hilirisasi sawit terus dilakukan. Di mana diantaranya mendapatkan dukungan dana dari BPDPKS, yang merupakan salah satu tugas dan fungsi dibentuknya BPDPKS.

Salah satu riset yang dilakukan adalah inovasi pemanfaatan produk sawit menjadi helm hingga rompi anti peluru. Dengan menambahkan serat tandan kosong kelapa sawit. Serat jenis ini memiliki sifat mekanis yang bagus dan dapat digunakan sebagai filler untuk meningkatkan kualitas fisik-mekanik helm proyek. Produknya dinamakan helm ramah lingkungan atau green composite (GC).

"Banyak riset yang sudah kita lakukan menyangkut dari hulu sampai hilir, budidaya, pasca-panen, penerapan teknologi terkait hilirisasi bagaimana sawit berdasarkan inovasi melalui riset bisa dihasilkan komoditas hilir," katanya.

"Contoh itu dari sawit bisa dibuat helm itu komersial, rompi tahan peluru, bioplastik, dan banyak lagi temuan, inovasi, berasal dari penelitian tadi yang menghasilkan produk hilir dari sawit yang sudah dikomersialkan," kata Eddy.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Aturan Cepat Berubah & Produksi Mandek Ancam Industri Sawit RI