Libur Panjang 5 Hari, Pengusaha & Buruh Sama-sama Pusing
Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan pemerintah yang menambah cuti bersama Idul Adha menjadi 5 hari (termasuk Sabtu dan Minggu) mendapat protes dari kalangan pengusaha dan buruh. Pasalnya kebijakan tersebut telah merugikan pengusaha maupun buruh.
Mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang juga pengusaha senior Sofjan Wanandi misalnya. Ia mengaku pusing karena tak mengerti apa alasan pemerintah menambah libur cuti bersama.
"Saya kadang-kadang tak ngerti alasan pemerintah, pengusaha tentu akan sulit sekali, kalau terlalu banyak libur dan hari kejepit macam-macam, sekarang sudah menambah berapa hari lagi, pusing," kata Sofjan kepada CNBC Indonesia, dikutip Sabtu (24/6/2023).
Menurut Sofjan, seharusnya Indonesia terus meningkatkan produktivitas di dalam negeri. Pasalnya, semakin banyak tambahan libur, maka daya saing akan semakin kalah dengan negara lain.
Apalagi, waktu jam kerja di Indonesia 40 jam per pekan sudah kalah dengan negara-negara pesaing, dengan banyak libur maka jam kerja pun semakin berkurang.
"Kita ini produktivitas rendah terutama di manufaktur, karena libur terus. Bagaimana mau bersaing dengan dunia luar. Libur dengan alasan-alasan tak jelas, kita sudah kalah," katanya.
Sofjan berpendapat pemerintah seharusnya mengajak masyarakatnya untuk tidak bermalas-malasan dengan menambah libur makin banyak.
"50 jam seminggu di negara, lain, kita 40 jam, itu harus dipotong-potong libur. Pengusaha tentu susah," sebutnya.
Selain pengusaha, kalangan buruh juga menyatakan tidak "happy" dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah itu. Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal.
"Iya gak suka," kata Said Iqbal.
Said menilai pemerintah tidak terukur dalam menentukan hari libur cuti bersama. Mengingat kebijakan ini dapat berakibat pada pengusaha yang harus merubah hari kerja nya dalam satu tahun kalender kerja.
"Memang terlalu banyak libur di Indonesia akibat kebijakan pemerintah yang tidak terukur dalam satu tahun kalender kerja. Akibatnya pengusaha harus mengubah hari kerjanya dalam satu tahun kalender kerja, dan membuat negara tujuan ekspor protes karena di Indonesia libur tapi di negara tujuan ekspor tidak libur," ucapnya.
Menurut Said Iqbal kebijakan ini tidak boleh lagi terjadi. Apabila diulang, maka daya saing Indonesia berkurang. Pemerintah harus menetapkan kepastian waktu dan jumlah hari libur sehingga mereka bisa membuat kalender kerja yang pasti, terutama perusahaan yang berorientasi ekspor.
"Apabila ini dibiarkan terus maka akan mengurangi daya saing produk Indonesia. Itulah sebabnya kenapa investor lebih senang investasi di Vietnam, Thailand, dan China ketimbang Indonesia," jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan menambah cuti bersama Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriyah. Keputusan itu tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 624 Tahun 2023, Nomor 2 Tahun 2023, dan Nomor 2 Tahun 2023.
Beleid itu berisi tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1066 Tahun 2022, Nomor 3 Tahun 2022, Nomor 3 Tahun 2022 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2023.
Dalam SKB itu, Hari Raya Idul Adha jatuh pada tanggal 29 Juni 2023. Kemudian cuti bersama jatuh pada 28 dan 30 Juni 2023 yaitu Rabu dan Jumat. Dilanjutkan dengan Sabtu (1 Juli) dan Minggu (2 Juli).
(haa/haa)