Duh Pak Jokowi, Banding RI di WTO Terganjal AS!
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sudah dinyatakan kalah dalam gugatan pertama Uni Eropa terkait larangan kebijakan ekspor bijih nikel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Oktober 2022 lalu. Namun demikian, Pemerintah Indonesia telah mengajukan banding pada Desember 2022 lalu.
Lantas, bagaimana kabarnya kini?
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan mengatakan, Pemerintah Indonesia saat ini masih menunggu Majelis Banding WTO terbentuk.
Namun sayangnya, Indonesia harus menunggu lebih lama untuk memproses banding ini. Pasalnya, pembentukan Majelis Banding WTO masih terbentur dengan adanya penolakan dari salah satu anggota, yakni Amerika Serikat. Negeri Paman Sam tersebut memboikot pembentukan Majelis Banding WTO karena menginginkan reformasi besar-besaran di Majelis Banding WTO.
"Kita sudah mengambil langkah untuk melakukan banding. Jadi kita sudah appeal untuk banding. Tapi memang Majelis Banding WTO itu belum terbentuk karena untuk upaya Majelis Banding bisa terbentuk harus ada persetujuan dari semua negara anggota. Sekarang masalahnya Amerika Serikat tidak setuju dan memblok pembentukan Majelis Banding karena mereka minta adanya reformasi Majelis Banding WTO secara besar-besaran," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/06/2023).
"Jadi kalau reformasi itu belum disetujui, maka mereka tidak menyetujui pembentukan Majelis Banding," imbuhnya.
Bara menyebut, berdasarkan perkiraan pengacara Indonesia di Jenewa, Swiss, Majelis Banding ini baru akan terbentuk pada pertengahan tahun 2024 mendatang. Itu pun, lanjutnya, Indonesia masih harus menunggu antrean.
"Diperkirakan oleh pengacara kita yang ada di Geneva kemungkinan Majelis Banding akan terbentuk pertengahan tahun depan 2024 dan itu pun ada antrian dari cases yang dibiarkan. Jadi, kita juga tidak semata-mata begitu Majelis Banding terbentuk, kasus kita langsung dibahas oleh Majelis Banding," tuturnya.
"Memang tingkat pertama itu tidak mengikat, dalam arti kita masih bisa melanjutkan kebijakan pelarangan ekspor nikel," ujarnya.
Seperti diketahui, Indonesia telah melarang ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020 dalam rangka meningkatkan hilirisasi komoditas tambang di dalam negeri, sehingga bisa meningkatkan nilai tambah buat negeri ini. Namun pada 2020 Uni Eropa menggugat RI di WTO hingga akhirnya Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/ DSB) WTO menyatakan Indonesia kalah dalam gugatan ini pada Oktober 2022 lalu.
(wia)