Your Money Your Vote

Ketika Pemerintah RI 'Ngeri' Hadapi Fenomena Child Free

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Kamis, 22/06/2023 07:45 WIB
Foto: Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dibayangi oleh ancaman tren penurunan angka kelahiran anak. Angka kelahiran anak atau total fertility rate (TFR) di Indonesia terus menurun dalam tiga dekade belakangan.

Menurut data World Population Prospects, TFR Indonesia masih di level 3,10 pada akhir 1990. Data ini diterjemahkan, setiap satu orang perempuan rata-rata melahirkan tiga anak sepanjang masa reproduksinya.

Namun, Indonesia mengalami tren penurunan TFR. Pada 2022, TFR berada di level 2,15 pada tahun lalu. Artinya, setiap satu orang perempuan rata-rata melahirkan dua anak sepanjang masa reproduksinya. Dengan demikian, data tersebut menunjukan angka kelahiran anak di Tanah Air sudah berkurang secara kumulatif sebanyak 30,64% selama periode 1990-2022.


Penurunan angka kelahiran ini cukup mengkhawatirkan pemerintah. Pasalnya, Indonesia memiliki target menjadi negara maju pada 2035 dan bonus demografi adalah salah satu modal untuk mencapai hal ini. Fenomena menunda pernikahan dan pasangan yang memilih tak memiliki anak atau child free makin menekan kekhawatiran pemerintah.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengungkapkan bahwa fenomena child free yang berkembang dipicu oleh adanya ketiadaan informasi yang cukup dan benar soal pendidikan seksual dan reproduksi.

"Ada info yang miss yang terkait reproductive helath dan sexual education sehingga akhirnya orang itu secara emosional tidak mau punya anak bukan karena pertimbangan logika," papar Hasto dalam program Your Money Your Vote, dikutip Kamis (22/6/2023).

Menurut Hasto, di negara maju, penduduknya paham terkait dengan risiko bahwa tidak memiliki anak memicu risiko kesehatan. Misalnya, kanker endometrium yang muncul pada orang yang tidak punya anak dan kanker payudara yang cenderung ditemui pada mereka yang tidak menyusui.

"mereka kan tidak terpapar informasi ini oleh karena itu harus ada info yang seimbang," tegasnya.

BKKBN melihat perilaku tidak ingin menikah dan punya anak harus diperhatikan segmen serta komunitasnya. Hal ini karena BKKBN melihat fenomena ini timbul pada komunitas atau segmen masyarakat yang memiliki edukasi baik dan tinggal di daerah perkotaan yang ekonominya lebih maju.

Kendati demikian, Hasto mengungkapkan bahwa segmen ini masih sedikit. BKKBN masih mencatat jumlah kehamilan sebanyak 4,8 juta per tahun dan pernikahan sebanyak 1,9 juta per tahun. Meski, dirinya tidak menampik ada penurunan.

"Tapi dari yang nikah 1,9 juta itu yang hamil di tahun pertama 80% atau 1,6 juta pernihakan, maka PR-nya menjaga kualitas BKKBN orientasinya dulu, yakni 2 anak cukup," tegasnya.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menyoroti ancaman kependudukan ini. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa sebelumnya telah menjelaskan, tiga skenario perhitungan proyeksi penduduk Indonesia pada 2020 hingga 2050.

Pertama, skenario dengan tren tanpa adanya kebijakan, skenario moderat, dan skenario optimis. Berdasarkan skenario dengan tren tanpa adanya kebijakan, hasilnya angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) di Indonesia bisa terus menyusut hingga di angka 1,9 pada 2045.

"Skenario tren tanpa ada kebijakan, hasilnya adalah nilai TFR terus menurun sampai 1,9 di tahun 2045 diiringi dengan infrant mortality rate/IMR (angka kematian bayi) mencapai 7,85," jelas Suharso dalam Musrenbangnas RKP 2024 dan Peluncuran Proyeksi Penduduk 2020-2050, dikutip Kamis (22/6/2023).

Sebagai gambaran, fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi. Apabila angka fertilitas lebih besar daripada angka mortalitas, maka pertumbuhan penduduk menjadi positif, maka otomatis jumlah penduduk akan lebih banyak.

Begitu pun sebaliknya, jika angka mortalitas lebih tinggi dibandingkan angka fertilitas, maka berpengaruh negatif terhadap demografi. Semakin meningkat jumlah kematian, maka pertumbuhan penduduk akan semakin rendah.

Kendati demikian, kata Suharso, Indonesia juga memiliki skenario moderat, yang menargetkan TFR dijaga pada angka 2 dan IMR mencapai 5,8%.

Sementara dengan skenario optimistis, pemerintah mengungkapkan akan mencapai target usia harapan hidup sampai 80 tahun, yang sederajat dengan negara maju. Dengan nilai TFR dijaga pada 2 dan IMR mencapai 4,2.

"Hasil proyeksi dengan skenario tren optimis menunjukkan jumlah penduduk pada 2045 akan mencapai 324 juta atau bertambah 54,42 juta dari 2020," jelas Suharso.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Lawan Stunting, BKKBN Minta Warga Berisiko Jaga Jarak Kelahiran