
Mengenal Black Sea Grain Initiative, Bom Kiamat Makanan Putin

Jakarta, CNBC Indonesia - Bom' baru dikeluarkan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia mengatakan ingin mundur dari Black Sea Grain Initiative (Perjanjian Biji-bijian Laut Hitam).
Hal itu membuat sejumlah banyak pihak khawatir, termasuk PBB. Pasalnya langkah Putin dapat menimbulkan ancaman "kiamat" makanan di dunia.
Menurut data PBB, ekspor makanan melalui koridor kemanusiaan maritim itu kini anjlok dari puncak 4,2 juta metrik ton pada Oktober 2022 menjadi hanya 1,3 juta metrik ton pada Mei. Hal tersebut menandai volume terendah sejak dimulainya inisiatif tahun lalu.
Lalu seperti apa Black Sea Grain Initiative? Bagaimana selama ini hal tersebut dijalankan?
Black Sea Grain Initiative merupakan kesepakatan yang diinisiasi Turki dan PBB. Ini memungkinkan Ukraina mengekspor biji-bijian melintasi Laut Hitam pasca serangan Rusia ke negara itu pada 24 Februari 2022.
Perjanjian ini pertama kali diberlakukan pada 27 Juli 2022 dan diperbarui secara bertahap. Sebelumnya akibat serangan awal Rusia, pengiriman jagung, gandum, jelai serta minyak bunga matahari Ukraina, diblokade pasukan Rusia dan membuat harga pangan dunia mencetak rekor tertinggi sepanjang massa di Maret 2022.
Secara rinci, perjanjian dibuat Turki dengan Ukraina dan Turki dengan Rusia. Khusus Ukraina, ekspor diperbolehkan melalui tiga pelabuhan Odessa, Pivdennyi, dan Chornomorsk sementara Rusia mendapat jaminan tak akan dikenai sanksi bagi pengiriman produk pertanian dan pupuk.
"Rencana PBB, yang terkait dengan upaya untuk memastikan makanan dan pupuk Rusia mencapai pasar global, mendukung stabilisasi harga pangan yang melonjak dan mencegah kelaparan di seluruh dunia, yang mempengaruhi jutaan orang," tulis lembaga dunia itu di websitenya dikutip Rabu (21/6/2023).
"Inisiatif ini secara khusus mengizinkan ekspor makanan dan pupuk komersial (termasuk amonia) dari tiga pelabuhan utama Ukraina di Laut Hitam - Odesa, Chornomorsk, Yuzhny/Pivdennyi," jelasnya.
"Pusat Koordinasi Bersama (JCC) didirikan untuk memantau implementasi Inisiatif tersebut. JCC diselenggarakan di Istanbul dan mencakup perwakilan dari Rusia, Turki Ukraina, dan PBB di mana PBB bertindak juga sebagai Sekretariat Pusat," tambah organisasi itu.
Black Sea Grain Initiative sempat diperpanjang akhir tahun. Kini kesepakatan akan berakhir 17 Juli.
Namun dalam pernyataan terbaru pekan lalu, Rusia mengatakan perjanjian tak menguntungkan negeri itu. Sanksi Barat atas perang Rusia di Ukraina, tetap menimbulkan tantangan keuangan, logistik, dan asuransi untuk pengiriman produk pertanian dan pupuk.
Menteri Rusia meminta penghapusan hambatan ekspor pupuknya, seperti memberikan akses kepada perusahaan BUMN, Bank Pertanian Rusia, untuk kembali ke sistem pembayaran internasional Swift. Putin juga menegaskan tujuan awal ke negara miskin tak tercapai, karena pengiriman biji-bijian Ukraina lebih banyak ke Eropa.
"Hanya 976.000 ton dari 31,7 juta yang dikirim ke negara-negara Afrika yang membutuhkan, seperti Djibouti, Somalia, Sudan, Libya dan Ethiopia. Ini baru 3,1% bapak ibu sekalian," ujar Putin pekan lalu dimuat media Afrika Selatan, News24.
"Kekuatan neo-kolonial Eropa ini, secara teknis AS, sekali lagi telah menipu komunitas internasional dan negara-negara Afrika yang membutuhkan," tambah Putin mengatakan bahkan dengan ekspor dari Eropa, Afrika tidak dapat mengatasi kerawanan pangannya.
Mengutip data United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), Ukraina dan Rusia adalah lumbung pangan dunia. Kyiv khususnya, berkontribusi terhadap 16% jagung global, dengan gandum sebanyak 10% dan minska bunga matahari 49%, sebelum perang terjadi.
Jagung Ukraina disalurkan ke negara maju dan berkembang. Sementara gandum ke negara berkembang dan kurang berkembang.
Sebelum perang, tiap bulan ekspor biji-bijian Ukraina mencapai 4 juta ton per bulan, dengan 6 juta ton di musim gugur. Namun saat ini pengiriman hanya 1 hingga 1,5 juta ton per bulan.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Putin Balas Dendam, Dunia Siap-Siap 'Kiamat' Makanan
