Cuti Bersama Jadi Keseringan, Berkah atau Musibah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kerap kali dadakan menambah hari libur dalam bentuk cuti bersama, seperti libur Idul Adha yang bertambah dua hari, mendapat kritikan dari kalangan ekonom. Mereka menilai, model keputusan seperti itu bisa memberi musibah bagi ekonomi.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah salah satunya. Kata dia, keputusan dadakan terkait libur itu bisa memberi ketidakpastian terhadap pelaku usaha dalam perencanaan bisnisnya. Perubahan rencana bisnis malah ujung nya bisa menyebabkan inefisiensi.
"Dengan pertimbangan itu, menurut saya keputusan mendadak pemerintah menambah libur itu musibah bagi pengusaha," ucap Piter kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/6/2023).
Salah satu sektor industri yang akan terpengaruh negatif terbesar dari kebijakan libur itu adalah industri manufaktur. Porsi sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi pun terbesar, yakni mencapai 18,57% pada kuartal I-2023 berdasarkan data BPS.
Adapun sektor industri lainnya yang justru mendapat berkah selama masa liburan, seperti transportasi dan pergudangan, serta akomodasi dan makan minum sumbangannya terhadap ekonomi jauh lebih kecil, yakni masing-masing hanya mencapai 5,56% dan 2,46%.
Oleh sebab itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal turut menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023 malah akan bisa lebih rendah dari kuartal I-2023 yang sebesar 5,03%. Meskipun masih akan terjaga di kisaran 5% karena terdorong laju aktivitas konsumsi rumah tangga selama hari libur.
"Jadi dari sisi ekonomi mau tidak mau begitu, apalagi keputusannya tidak jauh-jauh hari mendekati hari H. Itu mempengaruhi planning, rencana bisnis. Jadi bukan hanya libur atau tidaknya tapi keputusannya yang tidak dirancang jauh-jauh hari atau mendadak," ucap Faisal.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengungkapkan, tambahan libur cuti bersama dadakan itu juga bisa mempengaruhi tingkat distribusi konsumsi daerah. Sebab, masyarakat menjadi sulit melakukan perencanaan wisata jarak jauh.
"Tentu ada terjadi peningkatan pada daerah-daerah wisata ya tapi mungkin wisatanya yang tanda kutip bisa terjangkau, atau katakan mungkin jarang yang ke luar ya karena ini mendadak," ucap Tauhid.
Ia pun memperkirakan, dampak cuti bersama selama masa liburan itu tidak akan signifikan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023. Seperti Faisal, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2023 akan lebih rendah dari kuartal I-2023.
"Kalau kami lihat pertumbuhannya sekitar 5% masih, tapi di bawah 5,03% karena faktor pendorongnya Hari Raya Idul Fitri, bukan karena Idul Adha sebab dampaknya secara tren kecil," ujar Tauhid.
"Idul Fitri karena agak panjang, belanja sosialnya lebih banyak, belanja makan minum lebih banyak, ketimbang Idul Adha, ada THR juga saat Idul Fitri, kalau ini kan enggak ada," tegasnya.
Bagi pemerintah, menurut Tauhid, libur atau cuti bersama tentu tidak akan mempengaruhi biaya belanja pegawainya dan biaya beban operasional lainnya. Namun, bagi pengusaha libur panjang itu malah akan menekan pendapatannya karena dari sisi produksi turun sedangkan dari sisi gaji tetap secara bulanan.
Hal ini turut dikatakan Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies. Menurutnya, pengusaha juga sudah memperkirakan beban ini setelah melihatnya banyak hari libur pada 2023 yang menghentikan aktivitas produksi di tengah melambatnya perekonomian global.
Tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) Mei 2023 yang anjlok ke level 50,3 dari level April 52,7. Meski begitu, ia mengakui dari indikator konsumsi dan penjualan ritel atau eceran masih meningkat, Sehingga tren konsumsi masih akan terus terdorong ke depan.
"Pengusaha merasa dua hari yang hilang tersebut menjadi beban atau cost tersendiri bagi mereka, khususnya yang menerapkan sistem penggajian bulanan. Kecemasan pengusaha juga tidak lain karena tren penurunan kinerja sektor industri manufaktur," ucap Fajar.
Pengusaha senior Sofjan Wanandi sebelumnya juga telah menyatakan kritikannya terhadap kebijakan Jokowi yang menambah libur cuti bersama Idul Adha. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno pun mengatakan libur panjang apalagi tambahan cuti bersama merugikan pelaku usaha khususnya manufaktur.
"Ampun deh, pasar dunia lagi, readjust setelah covid, persaingan semakin ketat, mengenai kualitas, delivery, ujung-ujungnya harga, kalo libur ini bagaimana kita serius, kalau tertendang dari pasar, itu balik ke pasar enggak mudah," kata Benny.
(mij/mij)