Terungkap Alasan AS Kucilkan RI, Gara-gara China?
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki sumber daya alam nikel yang melimpah. Namun sayangnya produk dari hasil hilirisasi nikel Indonesia sedang dipandang sebelah mata atau dikucilkan, khususnya oleh Amerika Serikat (AS).
AS tidak akan memasukkan produk nikel Indonesia ke dalam paket kebijakan subsidi hijau melalui Undang-undang (UU) kredit pajak Inflation Reduction Rate (IRA). Lewat UU itu, AS diketahui bakal memberikan kredit pajak atas pembelian mobil listrik. Undang-undang ini mencakup US$ 370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.
Namun demikian, insentif ini kabarnya tidak berlaku atas mobil listrik dengan baterai yang mengandung komponen nikel dari Indonesia. Alasannya, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan juga dominasi perusahaan China dalam industri nikel RI.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa memang, ekspor nikel ke negara Eropa termasuk AS hanya 1%, semnetara 99%-nya di ekspor ke China.
Luhut menyatakan ke AS. "Kalau anda tidak setuju, saya bilang ke White House, its okay, kita buka 99% ke China, tapi Mereka bilang jangan, tapi mereka punya Inflation Reduction Rate," terang Luhut, dikutip Rabu (14/6/2023).
Akibat adanya kebijakan IRA dari AS itu, kata Luhut, membuat Indonesia tidak bisa melakukan ekspor raw material dikarenakan sebagian produksi nikel di Indonesia menggunakan teknologi dari China.
"Saya baru Kembali dari Tiongkok, 6-7 tahun di depan dari AS dan Mereka berikan Teknologi kepada kita sekarang dan sedang proses di dalam negeri, tidak mudah mengatur ini semua," ungkap tandas Luhut.
RI punya Baterai Lithium tahun 2025
Di sisi lain, Luhut menyampaikan bahwa Indonesia akan memiliki produksi baterai lithium untuk kendaraan listrik pada tahun 2025.
Menko Luhut menyebutkan bahwa saat ini, memang Indonesia baru bisa memproduksi nikel jadi berbetuk nikel org. Namun ke depan, downstream industri nikel juga akan masuk ke produksi baterai lithium hingga recycling akan selesai pada tahun 2025.
"Tapi all the way down ke litium baterai, sampai recycling akan selesai 2025. Jadi itu lewat, lithium baterai akan produksi pada 2025, akan penting, Presiden sudah restui, global south cooperation itu pertemuan-pertemuan negara tropical frosetry, dan kepada critical mineral," terang Luhut di DPR, Jumat (9/6/2023).
Dengan RI memiliki baterai lithium, Luhut menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara berkembang tidak akan lagi diatur-atur oleh negara maju.
(pgr/pgr)