
AS Kucilkan RI, Luhut: Mereka yang Dilema!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menilai aturan Inflation Reduction Act atau IRA membuat Amerika Serikat (AS) menjadi dilema sendiri. Pasalnya, ketergantungan negeri paman sam tersebut terhadap komoditas nikel asal RI cukup tinggi.
Melalui IRA, AS diketahui bakal memberikan kredit pajak atas pembelian mobil listrik. Undang-undang ini mencakup US$ 370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.
Namun, insentif ini dikhawatirkan tidak berlaku atas mobil listrik dengan baterai yang mengandung komponen nikel dari Indonesia. Alasannya, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas terbatas atau (limited free trade agreement/FTA) dengan Amerika Serikat (AS).
Sementara, menurut Luhut kebutuhan nikel AS untuk bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik hampir mencapai 800 ribu ton. Setengah dari jumlah tersebut rupanya berasal dari Indonesia.
"Begini dia itu butuh hampir 800.000 ton nikel kalau dia membuat 11 kali dari produksinya saat ini sampai 2030. Hampir setengahnya itu dari Indonesia ya," ujar Luhut saat ditemui di Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Oleh sebab itu, Luhut tidak khawatir dengan pengucilan yang dilakukan AS terhadap komoditas produk nikel asal RI. Mengingat Indonesia memiliki opsi lain untuk melakukan ekspor produk nikel ke negara lain.
"Mereka (AS) yang sulit karena tidak ada pasokan lagi. Kita bisa ekspor ke negara lain. Sekarang kita sedang kontak lagi dengan AS untuk cari win-win solution, kita lagi dalam pembicaraan final. Mungkin nanti di G7 Pak Jokowi dan Biden akan ada pertemuan bilateral," katanya.
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan sebelumnya menjelaskan dalam pertemuan Menteri Keuangan G20 pada Februari lalu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen menyatakan bahwa di dalam UU IRA tidak mendefinisikan bentuk perjanjian perdagangan bebas/FTA secara spesifik.
Oleh sebab itu, pembentukan FTA atau kerja sama perdagangan yang disampaikan Menteri Yellen seharusnya bisa diterapkan dengan Indonesia. Khususnya sebagai negara penghasil sumber mineral penting.
"Di dalam konteks ini, mineral penting tersebut adalah nikel yang dimanfaatkan sebagai komponen baterai mobil listrik," ujar Bara kepada CNBC Indonesia, Kamis (6/4/2023).
Menurut dia, melalui kerangka kerja sama ekonomi Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) yang saat ini perundingannya sedang berlangsung, diharapkan AS dapat memberikan insentif yang serupa kepada negara-negara anggota IPEF, termasuk Indonesia. Hal tersebut juga sempat diutarakan Indonesia kepada AS pada Perundingan Putaran Kedua IPEF di Nusa Bali, bulan Maret 2023.
"Sebagai tuan rumah, Indonesia menekankan bahwa prinsip kesetaraan dan berkeadilan seharusnya menjadi landasan bagi hubungan kerja sama antar negara. Prinsip tersebutlah yang diusung dan menjadi latar belakang dari kerja sama ekonomi IPEF," katanya.
Namun, terlepas dari IPEF, Bara membeberkan bahwa Indonesia saat ini juga tengah menjalin kerja sama yang intensif dengan negara lain untuk memberikan manfaat bagi industri mineral penting. Selain itu, diharapkan Indonesia dapat menjadi mitra strategis dalam sektor energi bersih.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tiba di AS, Luhut Langsung Bahas Pengucilan Nikel RI?