Jakarta, CNBC Indonesia - Putra Bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep menyatakan keseriusannya untuk maju menjadi Calon Walikota Depok, Jawa Barat.
Pernyataan Kaesang tersebut diunggah melalui kanal Youtube-nya yang diunggah pada Jumat, 9 Juni 2023. Kaesang menyebut telah mendapat dukungan dari keluarga dan siap maju sebagai Depok-1.
"Saya Kaesang Pangarep, sudah mendapat izin dan restu dari keluarga saya. Insya Allah dengan ini saya siap untuk hadir menjadi Depok Pertama. Mohon dukungannya. Merdeka," ujar Kaesang, dikutip Senin (12/6/2023).
Lantas seperti apa nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Depok ?
Untuk diketahui Nilai PDRB adalah jumlah nilai atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu atau biasanya dalam kurun waktu satu tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok, nilai PDRB Kota Depok atas dasar harga berlaku pada 2022 sebesar Rp 81,17 triliun atau bertambah Rp 6,78 triliun dibandingkan nilai PDRB Depok pada 2021 yang sebesar Rp 74,38 triliun.
"Meningkatnya nilai PDRB ini sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi dan mobilitas masyarakat di Kota Depok," jelas BPS dikutip dari laporannya, Senin (12/6/2023).
Adapun berdasarkan harga konstan 2010, angka PDRB juga mengalami peningkatan dari Rp 49,95 triliun pada 2021 menjadi Rp 52,56 triliun pada 2022.
Sehingga selama tahun 2022, Kota Depok mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,24% (year on year/yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonom pada 2021 yang sebesar 3,76% (yoy).
Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Depok pada 2022 dihasilkan oleh kategori lapangan usaha industri pengolahan yang mencapai 28,9%. Selanjutnya perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor sebesar 21,11% dan konstruksi sebesar 20,92%.
Secara keseluruhan, PDRB per kapita di Kota Depok atas dasar harga berlaku pada 2022 menjadi sebesar Rp 38,23 juta atau meningkat nilainya bila dibandingkan dengan angka 2021 yang sebesar Rp 35,66 juta.
Kendati demikian, ekonomi di Kota Depok yang tumbuh di atas 5% tersebut belum mencerminkan kesejahteraan warganya. Sebab tingkat pengangguran terbuka (TPT) masih tinggi.
BPS Kota Depok mencatat, pada 2022, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di wilayah yang akan dipimpin Kaesang ini masih tinggi, yakni mencapai 7,82%.
Tingkat pengangguran di Depok pada 2022 tersebut, secara persentase turun dibandingkan dengan tingkat pengangguran pada 2021 yang mencapai 9,76%.
Secara rinci, pada 2022, TPT laki-laki sebesar 8,24% atau lebih tinggi dibandingkan TPT perempuan yang sebesar 7,11%.
"Dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja, TPT pada 2022 mempunyai pola yang hampir sama dengan 2021," jelas BPS Kota Depok.
Secara rinci, pada Agustus 2022, TPT dari tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya, yani sebesar 38,93% atau turun dibandingkan persentase pada 2021 yang sebesar 40,35%.
Tingkat pendidikan selanjutnya yang mencatatkan angka pengangguran tertinggi pada 2022 di Kota Depok yakni lulusan S1, S2, S3 (Universitas) yang mencapai 14,63% angka ini melonjak dibandingkan persentase pada 2021 yang mencapai 9,38%.
Adapun TPT yang paling rendah adalah pada pendidikan Diploma I/II/III yang sebesar 3,03% atau lebih rendah dibandingkan angka pada Agustus 2021 yang mencapai 4,64%.
Pekerja di Depok Didominasi oleh Buruh
Pada 2022, BPS Kota Depok mencatat, penduduk bekerja paling banyak berstatus buruh/karyawan/pegawai dengan persentase sebesar 64,16%. Kemudian tertinggi kedua yakni berusaha sendiri sebesar 20,25%.
Sementara yang paling sedikit berstatus berusaha dibantu buruh tetap/dibayar sebesar 2,87%.
Dibandingkan 2021, status yang mengalami kenaikan persentase terbesar adalah status buruh/karyawan/pegawai yaitu dengan kenaikan 3,79% poin. Di mana pada 2022 sebesar 64,16% dan pada 2021 sebesar 60,38%.
Sedangkan status pekerjaan yang mengalami penurunan persentase terbesar adalah status berusaha dibantu pekerja tetap dan dibayar yaitu sebesar 1,33%. Dari 21,9% pada 2021 menjadi 20,25% pada 2022.
Berdasarkan status pekerjaan utama, penduduk bekerja formal di Depok pada 2022 mendominasi, yakni 67,03% atau naik dari persentase pada 2021 yang mencapai 64,57%. Sementara pekerja informal pada 2022 sebesar 32,97% atau turun dibandingkan posisi pada 2021 yang sebesar 35,43%.
BPS Kota Depok mengungkapkan pada 2022 angka kemiskinan mencapai 64,36 ribu atau 2,53%. Angka tersebut menurun dibandingkan jumlah persentase pada 2021 yang mencapai 63,86 ribu atau 2,58%
BPS menyebut, persentase penduduk miskin Kota Depok tahun 2022 yang sebesar 2,53% menduduki urutan nomor satu terendah Jawa Barat. Angka kemiskinan tertinggi di Jawa Barat terjadi di Indramayu dengan persentase 12,77%.
"Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan," jelas BPS.
Adapun garis kemiskinan mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang dibutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non makanan.
Penduduk dikatakan miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Garis Kemiskinan (GK) Kota Depok pada periode 2020 ke 2021 naik 2,45% dari Rp 688.194 per kapita per bulan menjadi Rp 705.084 per kapita per bulan.
Sementara itu pada periode 2021 ke 2022, GK Kota Depok naik dari Rp 705.084 per kapita per bulan menjadi Rp 744.771 per kapita per bulan.
BPS Kota Depok juga mencatat, indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota Depok mengalami kenaikan sebesar 0,01 poin dari 0,06 pada 2020 menjadi 0,07 pada 2021.
Pada 2022, P2 pun kembali naik sebesar 0,03 poin dari 0,07 menjadi 0,10.
"Indeks keparahan kemiskinan(Poverty Severity Index-P2) memberikan informasi mengenai gambaran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin," jelas BPS.
Adapun dilihat dari status bekerja, penduduk miskin usia 15 tahun ke atas di Kota Depok pada 2022 didominasi atau 53,74% adalah penduduk yang tidak bekerja, sisanya 46,26% bekerja baik sebagai pekerja informal maupun pekerja formal.
Persentase pengeluaran per kapita untuk makanan penduduk miskin di Kota Depok pada 2022 mencapai 58,61%. Berbeda dengan penduduk tidak miskin yang persentase pengeluaran per kapita untuk makanannya hanya 41,44%.