
Surplus Beruntun, Cadev Kok Turun, Dolar RI Kabur Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren penurunan cadangan devisa mulai tampak. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2023 kembali turun sebesar US$ 4,9 miliar menjadi US$ 139,3 miliar, dibandingkan US$ 144,2 miliar April 2023.
Sebelumnya, cadangan devisa juga tercatat turun dari posisi pada akhir Maret 2023 sebesar US$ 145,2 miliar. Tren penurunan ini ditenggarai oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan antisipasi kebutuhan likuiditas valas perbankan.
Meskipun diklaim tinggi, posisi cadangan devisa ini tidak sebanding dengan surplus neraca perdagangan bertubi-tubi. Data BPS memperlihatkan bahwa surplus pada neraca perdagangan telah mencapai 36 kali berturut-turut.
Pada April 2023, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus US$ 3,94 miliar. Surplus pada April 2023 ini menguat dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yang mencapai USS$2,83 miliar.
Surplus ditopang oleh neraca nonmigas yang mengalami surplus hingga US$5,64 miliar. Hal ini dimungkinkan karena adanya kenaikan permintaan bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati serta besi dan baja.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-April 2023 tetap tinggi yakni US$ 86,35 miliar, meski turun 7,61 persen dibanding periode yang sama tahun 2022.
Besarannya surplus ini, sayangnya tidak tertangkap dalam posisi cadangan devisa Indonesia. Tabungan 'dolar dan emas' Indonesia masih saja bocor.
Pemerintah sendiri telah menegaskan upaya untuk melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor.
Aturan baru yang mengatur DHE untuk SDA tersebut dikatakan sudah diselesaikan dan tinggal menunggu persetujuan dari Presiden.
Plt. Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengungkapkan draft revisi PP 1/2019 yang sudah diselesaikan oleh pemerintah tersebut, namun masih ada beberapa hal yang harus di detailkan. Dia menuturkan aturan mengenai DHE ini dipastikan sudah rampung dan bisa berjalan pada 1 Juli 2023.
Aturan ini sebenarnya sudah molor sejak Februari 2023. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sayangnya enggan membeberkan alasan aturan ini belum juga bisa diimplementasikan. Namun, dia memastikan tidak ada penolakan atau tekanan yang membuat aturan ini belum juga terbit.
Meski belum bisa membeberkan kapan pastinya aturan ini terbit, namun dia menyebut setidaknya pada semester 2 tahun ini. "Ya semester 2 lah, sekarang kan sudah bulan Juni," sebutnya.
Seperti yang diketahui alasan pemerintah memutuskan kebijakan besar ini, karena pemerintah ingin eksportir menaruh devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian cadangan devisa dan fundamental Indonesia semakin kuat.
Masalah DHE ini sudah menjadi 'lagu' (masalah) lawas. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa banyak eksportir yang lebih memilih untuk menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di luar negeri, terutama di Singapura.
Untuk menarik kembali semua dolar eksportir yang ada di Singapura, Bank Indonesia (BI) sebenarnya telah meluncurkan instrumen operasi moneter yang disebut Term Deposit Valuta Asing Devisa Hasil Ekspor (TD Valas DHE).
Berdasarkan data dari Bahana Sekuritas, suku bunga deposito valuta asing yang ditawarkan oleh BI berkisar antara 4,6% hingga 5,2% dengan jangka waktu satu hingga enam bulan. Suku bunga ini lebih tinggi dibandingkan yang ditawarkan oleh bank-bank di Singapura, yang berkisar antara 4,12% hingga 4,68%.
Namun, pada kenyataannya, suku bunga yang ditawarkan oleh bank-bank di Singapura saat ini mungkin lebih tinggi daripada rentang tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa suku bunga yang mereka tawarkan sebanding dengan yang ditawarkan oleh BI atau bahkan lebih tinggi lagi.
Alhasil, satu-satunya harapan selanjutnya adalah revisi PP No.1 Tahun 2019 yang tengah diperjuangkan oleh Menko Airlangga. Aturan ini seharusnya bisa dikeluarkan segera. Pasalnya, ada momentum yang harus dikejar Indonesia di tengah ancaman penurunan ekspor, sejalan dengan pelemahan ekonomi global dan penurunan harga komoditas.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Laporan BI: Cadangan Devisa RI Turun US$ 4,9 Miliar, Ada Apa?