
Bencana Mengerikan Bisa Hantam RI Bulan Depan, Disorot Asing

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia disebut sedang mempersiapkan diri menghadapi "malapetaka" baru. Ini terkait dampak dari fenomena cuaca El Nino pada paruh kedua tahun 2023.
Hal ini pun disorot media asing salah satunya, Singapura, Channel News Asia (CNA). Tulisan khusus dibuat dengan tema "Indonesia braces for forest fires amid possible prolonged dry weather due to El Nino".
Laporan itu mengutip Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari. Ia mengatakan pihaknya melihat kemungkinan meluasnya kebakaran hutan dan lahan tahun ini, dengan empat kasus kebakaran hutan dan lahan pada awal Mei.
"Kita sudah melihat tren kenaikan kasus kebakaran hutan dan lahan, padahal kita masih transisi dari musim hujan ke musim kemarau," tulis media itu mengutip Muhari.
"Kalau sudah seperti ini pada masa peralihan (antara musim hujan dan kemarau), bisa dibayangkan seperti apa puncak musim kemarau ini," tambahnya.
Laporan itu menyoroti selama beberapa dekade, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia disebut bertanggung jawab atas kabut tebal dan berbahaya yang menyebar ratusan kilometer ke negara tetangga Singapura, Malaysia, dan sebagian Thailand. Fenomena ini mempengaruhi kesehatan jutaan orang di wilayah itu.
Kebakaran hutan dan lahan besar terakhir di Indonesia terjadi pada tahun 2019. Pada tahun itu, lebih dari 162.000 hektar lahan gambut dan hutan terbakar, melepaskan 624 juta ton karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer.
Kebakaran hutan dan lahan tahun 2019 bertepatan dengan dua fenomena cuaca yang mengakibatkan kekeringan berkepanjangan di negara kepulauan yakni El Nino di Pasifik dan juga peristiwa Indian Ocean Dipole (IOD) positif. Di mana bagian Barat Samudera Hindia menjadi lebih hangat dari pada bagian lautan lainnya dan dengan demikian mendorong udara menjauh dari Indonesia.
"Kasus kebakaran hutan dan lahan menurun secara signifikan selama tiga tahun terakhir karena fenomena cuaca La Nina yang menyebabkan curah hujan lebih tinggi," muat CNA lagi.
"Tahun lalu, kebakaran hutan dan lahan mempengaruhi sekitar 20.000 hektar lahan, seperdelapan dari tahun 2019," tulis media itu.
"Namun, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyebut ada tanda-tanda fenomena cuaca hangat El Nino akan kembali terjadi tahun ini. Model yang dibuat oleh organisasi menunjukkan bahwa IOD positif juga dapat mengembalikan dan menghilangkan efek pengeringan El Nino," tambanya.
CNA juga memuat pernyataan Muhari yang mengatakan upaya untuk memerangi kebakaran hutan dan lahan yang tengah dilakukan pemerintah. Setidaknya ini akan dofokuskan di enam provinsi yakni Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Empat dari provinsi ini, Sumatera Selatan, Jambi, Riau dan Kalimantan Barat, telah menyatakan status darurat kebakaran hutan dan lahan. Ini memungkinkan pejabat pemerintah pusat di Jakarta untuk campur tangan dan mengalokasikan tenaga dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memerangi kebakaran.
"Kami akan melakukan penyemaian awan untuk mendorong hujan khususnya di area lahan gambut," kutip CNA dari Direktur Mitigasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Thomas Nifinluri, yang mengatakan kementerian tersebut bekerja sama dengan lembaga lain untuk memerangi kebakaran dengan modifikasi cuaca yang membantu lahan gambut terendam air hujan sehingga tidak mudah terbakar.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Siaga Fenomena Cuaca Ekstrem, Ini Dampak yang Ditakuti