Kisah Peternak Ayam, Jual Telur Rp21.000 Sampai Tutup Kandang
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, peternak ayam di dalam negeri terpaksa harus tiarap dan menutup kandangnya. Setelah terpaksa menjual harga telur Rp21.000 per kg.
Arief mengatakan, apabila harga telur di tingkat peternak masih di bawah Rp 24 ribu seperti sebelumnya, bahkan ada yang mencapai Rp 20-21 ribu per kg, menyebabkan banyak kandang peternak yang tutup.
"Memang kita sedang menaikkan harga di peternak," kata Arief dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin (5/6/2023).
"Karena kalau harganya di bawah Rp 24 ribu seperti kemarin, ada yang Rp20-21 ribu kandang tutup. Sehingga pararel sambil kita siapkan bagaimana efisiensi di peternak," tambahnya.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin pun mempertanyakan biaya produksi telur ayam ras per kilogram.
"Kira-kira biaya produksi 1kg telur berapa sih? Badan pangan tahu gak? Supaya ada harga acuan tadi dikatakan kandang tutup, itu acuannya berapa? Kira-kira saja, saya mau tahu perkiraan berapa biaya produksi 1 kg telur," katanya.
Arief menerangkan, berdasarkan perhitungan terakhirnya, harga produksi telur ayam berada di kisaran Rp 20 ribu per kg. Lalu kemudian, ada biaya transfer sekitar Rp4 ribu sehingga membuat harga telur menjadi Rp 24 ribu per kilogram.
"Perhitungan terakhir sekitar Rp20 ribu, kemudian harga transfernya Rp24 ribu, kemudian harga acuan bukan HET (harga eceran tertinggi), harga acuan di tingkat konsumen 27 ribu pada waktu itu," jelas Arief.
"Hari ini di atas 30 ribu. Di hilir sudah di atas Rp36-38 ribu, utamanya di kota seperti pulau Jawa ini, itu sudah tidak wajar," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Sudin mengatakan, "Makanya tadi saya tanyakan biaya produksi awal itu telur berapa? Rp 24 ribu? Jadi kalau nanti sampai konsumen itu Rp 29 ribu itu saya rasa masih wajar, kan biaya angkut dan lain-lain."
"Tetapi kalau saat ini sudah sampai mencapai Rp32-24 ribu kan sudah tidak wajar. Nanti kalau BPS (Badan Pusat Statistik) mengatakan 'oh tidak ada inflasi itu atas kenaikan telur itu', ya... Ini yang mau saya tahu, apa yang harus dilakukan Bapanas atas salah satu kasus tersebut," ujar Sudin.
Arief menjabarkan, hasil penelusuran menunjukkan, penyebab harga telur melambung tinggi karena harga jagung telah berada di atas Rp6 ribu, bahkan ada yang mencapai Rp6.600-6.700.
"Inilah yang kita sampaikan kepada teman-teman Bulog bahwa penyiapan CDC (corn drying center) dari Pak Dirut (Bulog) di beberapa sentra produksi jagung menjadi penting. Jadi kita punya cadangan pangan jagung, padahal kita sudah ditugaskan Undang-undang, di peraturan juga mengenai beras, jagung, kedelai ada di Bulog untuk distok," jelas Arief.
Tak hanya peternak ayam, Sudin juga menyoroti kondisi serupa juga dialami peternak ayam broiler.
Sudin mengatakan, kekacauan harga telur dan daging ayam yang beterbangan juga akibat tidak adanya perencanaan dari Kementerian Pertanian (Kementan).
"Di PKH (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan) itu nggak ada perencanaan. Sudah beberapa kali saya katakan, hitung berapa kebutuhan GPS (grand parent stock/ nenek indukan ayam), impor berapa? Spare 20-25%," kata Sudin.
"Tapi ini sepertinya seenaknya saja, masuk sebanyak-banyaknya, mungkin sampai 600-an ribu ekor. Setelah itu, kebanyakan, mereka pusing. Harus cutting atau bagaimana," tukasnya.
Dia pun mengaku tengah mencari calon pembeli daging ayam beku Indonesia, termasuk ke Malaysia dan Singapura.
"Saya nggak mikirin peternak besar, saya mikirin peternak kecil. Keluhan peternak kecil, mereka jual di kandang itu hanya Rp16-17 ribu, itu mematikan mereka," kata Sudin.
(dce)