Ngeri! Malapetaka Baru Mengintai, Inggris Siap Lakukan Ini

Tommy Patrio Sorongan & Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Jumat, 02/06/2023 17:30 WIB
Foto: Seorang pembeli berdiri di depan rak kosong di lorong daging sebuah supermarket di Liverpool, Inggris (20/9/2021). (REUTERS/Phil Noble)

Jakarta, CNBC Indonesia - Inggris terancam 'malapetaka' baru akibat inflasi tinggi di negara tersebut. Salah satu ancaman yang dirasakan adalah harga bahan makanan pokok yang kian melambung tinggi.

Untuk itu, pemerintah Inggris sedang mencari cara untuk membatasi harga bahan makanan pokok secara sukarela.

Inflasi di Inggris menunjukkan angka pekan lalu yang diukur dengan indeks harga konsumen yang masih berada di angka 8,7% bulan lalu. Untuk harga makanan dan minuman non-alkohol, terjadi lonjakan sebesar 19% dalam 12 bulan hingga April, level tertinggi di Eropa Barat.


Hal ini pun memaksa perubahan pola perilaku masyarakat. Bahkan, data badan amal Inggris, Beyond the Streets, menunjukkan, kaum wanita di Inggris, harus beralih menjadi pekerja seks untuk untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan dan juga akomodasi.

"Seks yang disewakan, terutama ketika ketika tuan tanah menuntut seks dengan imbalan diskon atau akomodasi gratis, adalah masalah yang berkembang karena kondisi ekonomi yang semakin ketat," kata badan amal tersebut pekan lalu.

Untuk mengatasi hal itu, para menteri London sedang mencari cara bekerja sama dengan supermarket untuk secara sukarela membatasi harga bahan makanan pokok dalam upaya meringankan biaya hidup. Ini kemungkinan akan mencakup kebutuhan pokok seperti roti dan susu.

"Pemahaman saya adalah pemerintah bekerja secara konstruktif dengan supermarket tentang bagaimana kita mengatasi masalah yang sangat nyata seputar inflasi makanan dan biaya hidup dan melakukannya dengan cara yang juga sangat memperhatikan dampaknya terhadap pemasok," ujar Sekretaris Kesehatan, Steve Barclay, dalam wawancara dengan BBC dan dilansir The Guardian, dikutip Jumat (2/6/2023).

The Sunday Telegraph, yang pertama kali melaporkan rencana ini sedang dibahas, mengutip sumber Departemen Keuangan yang menyebut bahwa inflasi harga pangan "jauh lebih tangguh dan sulit dihilangkan daripada yang diperkirakan".

Namun, para pejabat mengatakan pemerintah tidak memiliki rencana untuk membatasi harga makanan, dan skema apa pun yang dihasilkan bersifat sukarela. Mereka mengatakan hal ini sebenarnya harus melibatkan pembicaraan dengan pengecer tentang apa yang bisa dilakukan untuk menjaga harga serendah mungkin.

"Kami tahu rumah tangga berada di bawah tekanan dengan meningkatnya biaya dan sementara inflasi turun, harga pangan tetap tinggi. Itu sebabnya Perdana Menteri dan Kanselir bertemu dengan sektor pangan untuk melihat apa lagi yang bisa dilakukan," ujarnya.

Pengecer dan produsen terkemuka seperti Sainsbury's dan Unilever bersikeras bahwa mereka melindungi pembeli dari inflasi, di tengah tuduhan bahwa beberapa perusahaan mengambil untung dari krisis biaya hidup.

Andrew Opie, direktur makanan dan keberlanjutan Konsorsium Ritel Inggris, mengatakan tentang rencana sedang dibahas ini tidak akan memicu perbedaan harga. Menurutnya, kenaikan harga ini merupakan penyebab dari melonjaknya biaya energi, transportasi, dan tenaga kerja, serta harga yang lebih tinggi dibayarkan kepada produsen dan petani makanan.

"Supermarket Inggris selalu berjalan dengan margin yang sangat tipis, dan pengecer terus berinvestasi dengan harga yang lebih rendah untuk masa depan, dan memperluas jangkauan makanan yang terjangkau dan mengunci harga banyak barang penting."

Sementara itu, kritikan terkait kebijakan ini juga datang dari ekonom.

Tony Yates, seorang ekonom dan mantan penasihat Bank of England, mengatakan daripada menetapkan harga sukarela, pemerintah harus meningkatkan tunjangan dan membiarkan pasar melakukan tugasnya.

"Pembatasan harga sukarela akan menciptakan ketidakpastian di pasar, apakah pengecer akan ambil bagian? Pembeli kaya juga mendapat manfaat saat mereka tidak membutuhkannya," pungkasnya.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Inflasi Inggris Betah di Level Tinggi Pada Mei 2025