Pabrik Sepatu PHK Besar-besaran, Ini Kata Anak Buah Menperin
Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang pemangkasan karyawan di industri padat karya Tanah Air masih berlanjut. Mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) karena efisiensi perusahaan, pabrik tutup, maupun merumahkan karyawan.
Terbaru, pemanufaktur sepatu merek Adidas, Panarub Industry memangkas sekitar 1.400 pekerja. Selain itu, ada PT Dean Shoes yang menutup fasilitas produksinya di Karawang dan mengakibatkan ribuan pekerja jadi korban PHK.
Pengusaha mengaku kondisi ini akibat penurunan ekspor menyusul perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan utama, seperti Amerika Serikat dan Eropa. Yang menyebabkan penurunan produksi berujung biaya pengeluaran pabrik lebih besar dibandingkan penerimaan order.
Hanya saja, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan sebaliknya. Utilisasi industri disebut mulai membaik.
"Utilisasi alas kaki yang katanya sekitar 30%, tolong klarifikasi karena data terakhir kami di 89%, artinya sebenarnya khusus alas kaki ini ada kenaikan kembali pasar ekspor," kata Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan saat pemaparan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Mei 2023, Rabu (31/5/2023).
Di sisi lain, Adie mengakui, ada gangguan di luar negeri yang membebani industri alas kaki nasional. Karena itu, imbuh dia, meski industri sepatu merek lokal orientasi pasar domestik diklaim tidak terganggu karena adanya permintaan jelang tahun ajaran baru sekolah, tidak bisa banyak membantu.
"Khusus tekstil dan alas kaki yang terganggu karena 65% untuk pasar ekspor, jadi ketika kondisi geopolitik ekonomi luar terganggu maka laju inflasi yg kita harap membaik di Ini Eropa ternyata 8,1%, Amerika Serikat 5% ini sangat mengganggu kami," sebut Adie.
Mengantisipasi kondisi buruk ke depan, ke depan pemerintah mengajak diskusi berbagai lembaga, terakhir dengan BI membicarakan sektor padat karya dimana konsumsi sampai 18 bulan belum bisa diharapkan keadaan membaik.
"Terkait yang kita lakukan dalam rangka antisipasi kita dengan perdagangan mismatching untuk pasar Afrika yang terakhir, terhadap pasar tradisional ngga bisa harap banyak. Domestik jaga dengan beberapa kebijakan lartas (larangan terbatas) dan sebagainya," kata Adie.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengatakan, akibat penurunan order itu, utilisasi pabrik terutama orientasi ekspor, kini rata-rata hanya 50%. Ada yang hanya 30-40%. Padahal, dalam kondisi normal bisa 100%.
Akibatnya, kata Firman, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
"Data di November 2022 itu ada PHK sampai 25.700 pekerja. Lalu di Januari 2023 ada PHK total 3.000 karyawan. Sekarang, kita dihadapkan pada kondisi PHK atau tidak. Opsinya bukan merumahkan," kata Firman.
(dce)