
Semua Kacau! Sri Mulyani: Tantangan Kita Tak Makin Mudah

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kondisi perekonomian global tidak semakin membaik pasca krisis akibat Pandemi Covid-19. Ia mengungkapkan, biang keroknya adalah tensi geopolitik yang semakin meruncing.
Tekanan ekonomi dunia ini yang menyebabkan pemerintah mengambil sikap hati-hati dalam menentukan kerangka ekonomi 2024. Pertumbuhan ekonomi pun hanya ditarget di kisaran level 5,3% sampai dengan 5,7% pada akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Pasca pandemi tantangan kita tidak berarti makin mudah, tensi geopolitik menjadi faktor dominan," kata Sri Mulyani saat rapat dengan Badan Anggaran DPR, Jakarta, Selasa (30/5/2023)
Tekanan geopolitik ini kata dia semakin membuat dunia tidak menentukan karena seperti politik yang sulit ditebak ujungnya. Tergambar dari konflik Rusia dan Ukraina yang tak kunjung berakhir hingga perang perdagangan sejak 2017 yang malah makin menyebabkan fragmentasi dan deglobalisasi saat ini.
"Sama seperti politik unpredictable dampaknya. Jadi shock yang tidak bisa tercipta patternya, sedangkan kalau ekonomi kan bisa kita lihat bisnis cyclenya, yaitu boom and bust," ungkap Sri Mulyani.
![]() Paparan kelompok ekonomi makro. (Dok. Kemenkeu) |
Instrumen-instrumen yang biasanya digunakan dalam konteks ekonomi seperti fiskal hingga ekspor dan impor saat ini pun katanya sudah semakin dimanfaatkan oleh negara-negara dunia untuk menekan negara lain yang dianggap bukan sekutunya.
Maka muncul istilah re-shoring yang makin terbatasnya hubungan dagang, demikian juga friendshoring, decouping, hingga chip war. Selain itu juga ada tren dedolarisasi untuk mengalihkan penggunaan dolar.
"Kalau perang secara militer dan ekonomi sudah terjadi menyangkut komoditas yang menentukan perekonomian dunia, yaitu chip atau yang menopang digital tech," ucap Sri Mulyani.
Persaingan ekonomi negara maju dalam memitigasi perubahan iklim juga dimanfaatkan untuk memperuncing fragmentasi tersebut, misalnya dengan kebijakan AS yang mengeluarkan US Inflation Reduction Act dan Eropa mengeluarkan EU Carbon Border Adjustment Mechanism.
"Jadi perubahan iklim menjadi salah satu alasan untuk menggunakan instrumen fiskal di berbagai negara dalam memerangi perubahan iklim sekaligus tensi geopolitik," ucap Sri Mulyani.
(mij/mij)
Next Article Seluruh Target Ekonomi RI di 2024 Meleset


Satu per Satu Pelanggan Bisnis Ini Seperti Mendadak Hilang, Ada Apa?

Bikin Kaget! Rupiah Paling Perkasa di Asia Hari Ini, Won Hancur Lebur

Demo Tuntut Presiden Mundur Menggila, Pecah 'Perang' Mahasiswa-Polisi

Segini Harta Kekayaan Eko Patrio yang Resmi Nonaktif dari DPR RI

Petaka Baru di China, Muncul Fenomena "Anak dengan Ekor Busuk"

Trump Makin Gila! Usai Ibu Kota, Tentara Sipil Serbu Chicago-Baltimore

Penampakan Kondisi Markas Gegana Salemba, Bus Hangus Terbakar
