
Santer Isu 'Harta Karun Strategis' RI Dijual, Ini Kata ESDM

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara perihal adanya isu 'harta karun strategis' Indonesia yakni mineral logam tanah jarang (LTJ) yang sudah diperjualbelikan, sementara sampai saat ini belum ada aturan yang memayungi hukum perjual belian harta karun bernilai strategis itu.
Isu yang terdengar mineral logam tanah jarang itu diperjualbelikan melalui kegiatan penjualan tailing hasil penambangan dan pengolahan timah. Maklum, mineral logam tanah jarang merupakan turunan dari timah yang terdapat di dalam monasit.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif menegaskan bahwa sejauh ini belum ada yang mengekspor hasil tailing tersebut. "Itu kan di tailing. Di tailing ada yang diekspor gak? Setahu saya belum ada," kata Irwandy saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, dikutip Selasa (30/5/2023).
Meski disebut belum ada kegiatan penjualan tailing timah ke luar negeri, namun Menteri ESDM Arifin Tasrif bakal menerjunkan tim ke lapangan untuk memeriksa adanya indikasi penjualan monasit yang terkandung di dalam zirkon di wilayah Bangka Belitung.
"Kita sudah siapkan tim untuk cek ke lapangan karena itu dia kan izinnya sebagai pasir nah pasirnya kaya apa ada apa nya disitu, kan ada batasan-batasannya yang di atas sekian gak boleh karena itu termasuk jenis yang kita amankan," kata Arifin Tasrif pada Jumat (26/5/2023).
Sebelumnya, Anggota Komisi VII Bambang Patijaya menuding adanya bandar yang turut bermain dalam aturan produk mineral ikutan timah. Pasalnya, pungutan yang dikenakan untuk produk-produk ikutan ini dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak cukup rendah.
Bambang menjelaskan dalam proses kegiatan penambangan timah terdapat mineral ikutan yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Misalnya seperti monazite, xenotime dan zircon.
Mineral mineral ikutan tersebut mengandung harta karun super langka berupa mineral logam tanah jarang. Namun demikian, mineral ikutan timah tersebut hanya dikenai tarif 1%.
"Saya mempermasalahkan kenapa mineral yang begitu penting dan strategis itu hanya dikenakan 1 persen. Artinya kalau dalam PP tersebut sudah dicantumkan ketika barang itu sudah ada di pelabuhan barang itu bisa keluar," kata Bambang dalam rapat kerja bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif, Rabu (24/5/2023).
Sementara itu, menurut Bambang mineral ikutan ini apabila dikirim ke luar negeri memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Mengingat terdapat kandungan LTJ di dalamnya yang merupakan mineral strategis.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ahli Geologi Ungkap RI Simpan Harta Karun Langka 300 Ribu Ton
