
Heboh China Serang Balik AS, Sebut Washington Kerajaan Hacker

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China buka suara soal adanya tudingan bahwa negara itu telah meretas infrastruktur vital milik Amerika Serikat (AS). Hal ini disampaikan resmi oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning.
Mao mengatakan bahwa tuduhan ini memiliki maksud tertentu yakni mempromosikan aliansi intelijen AS bersama Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru, Five Eyes. Ia menambahkan bahwa justru Washington bertanggung jawab atas peretasan itu.
"Amerika Serikat adalah kerajaan peretasan," sindir Mao dalam pernyataan pers dikutip Reuters, Jumat (26/5/2023).
Sebelumnya, Microsoft menyebut peretas yang disponsori oleh Beijing terus melakukan aksinya demi memperoleh informasi intelijen. Kelompok tersebut dinamakan Volt Typhoon.
"Grup peretas China, dengan nama sandi Volt Typhoon, telah beroperasi sejak pertengahan 2021. Organisasi tersebut tampaknya bekerja untuk mengganggu infrastruktur komunikasi penting antara AS dan Asia," kata Microsoft dalam sebuah pengarahan dikutip CNBC International.
Volt Typhoon mampu menyusup ke organisasi menggunakan kerentanan di rangkaian keamanan siber populer bernama FortiGuard. Setelah mendapatkan akses ke sistem sebuah perusahaan, mereka mencuri dara kredensial pengguna dari paket keamanan dan menggunakannya untuk mencoba mendapatkan akses ke sistem perusahaan lain.
Menurut Microsoft, mereka belum melakukan kegiatan yang melumpuhkan sistem. Namun, Volt Typhoon hanya fokus pada spionase dan pencurian data.
Infrastruktur di hampir setiap sektor penting telah terpengaruh, termasuk industri komunikasi, transportasi, dan maritim. Organisasi pemerintah juga menjadi sasaran.
Peneliti Marc Burnard, yang organisasinya Secureworks telah menangani beberapa serangan yang terkait dengan Volt Typhoon, mengatakan pihaknya tidak melihat bukti aktivitas yang bersifat melumpuhkan oleh grup itu. Sejauh ini, aksi mereka hanya fokus pada spionase dan pencurian data.
"Mereka berfokus pada mencuri informasi yang akan menjelaskan aktivitas militer AS," pungkasnya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lagi Kisruh, Nasib Warga AS yang Ditahan di China Tak Menentu