Benarkah 'Kegelapan Ekonomi' China Hantui Neraca Dagang RI?

Widya Finola Ifani Putri, CNBC Indonesia
15 May 2023 12:40
FILE PHOTO: Containers are seen at the Yangshan Deep-Water Port in Shanghai, China October 19, 2020. REUTERS/Aly Song/File Photo/File Photo
Foto: Kontainer terlihat di Pelabuhan Air Dalam Yangshan di Shanghai, China (19/102020). (REUTERS/Aly Song)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kegelapan masih menghantui ekonomi China. Produk domestik bruto (PDB) hanya tumbuh 3% sepanjang 2022, jika tidak memperhitungkan 2020 yang merosot akibat pandemi Covid-19.

Tim Riset CNBC Indonesia mencatat ini adalah pertumbuhan ekonomi terendah dalam nyaris 50 tahun terakhir. Pembukaan kembali China, setelah penutupan besar-besaran akibat pandemi tidak memberikan efek masif.

Purchasing managers' index (PMI) manufaktur China pada April tercatat sebesar 49,2, turun dari bulan sebelumnya 51,9 dan berada di level terendah sejak Desember 2022.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.

Ketika perekonomian mulai dibuka seluas-luasnya, kontraksi sektor manufaktur ini menjadi lampu kuning. Pasalnya, berdasarkan lapangan usaha sektor manufaktur berkontribusi 33% terhadap pertumbuhan ekonomi China, terbesar diantara yang lainnya.

Lantas, apakah penurunan PMI China ini berpengaruh pada Indonesia?

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor nonmigas Indonesia ke tiongkok senilai US$ 4,62 miliar, turun 18,49% secara bulanan atau month to month (mtm).

Kemudian impor nonmigas dari China ke Indonesia US$ 4.14 miliar turun 27,12% secara bulanan (mtm).

"Artinya nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok masih lebih besar daripada impor. Neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok surplus US$ 479,6 juta," kata Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik BPS Imam Machdi, Senin (15/5/2023).

Imam mengungkapkan ada beberapa komoditas yang mendorong surplus, antara lain terjadi pada bahan bakar mineral, besi dan baja, serta nikel dan barang daripadanya.

Terkait dengan penurunan PMI China, BPS memandang perlunya kajian lebih dalam.

"Apakah adanya penurunan PMI memengaruhi kinerja perdagangan Indo-Tiongkok. Maka, pihak terkait perlu melakukan kajian yang lebih mendalam," tegasnya.

Dari data BPS, nilai impor China sebesar US$4,14 miliar per April 2023. Kemudian secara akumulatif, impornya turun menjadi US$19,18 miliar. Adapun, impor China ke Indonesia secara tahunan tercatat turun 18,92% dan secara bulanan penurunannya lebih dalam yakni 27,12%.

Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, bahwa negara Tirai Bambu itu tengah melakukan 'cuci gudang' alias dumping sebagai langkah China untuk memulai kembali aktivitas ekonomi mereka di awal tahun 2023.

"Untuk berbagai sektor seperti chemical, sparepart, itu memang mereka dumping ke banyak negara. Itu yang menyebabkan tingkat harga turun. Kontribusi inflasi global (yang menurun) salah satunya dari cuci gudang oleh China," jelas David kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/5/2023).


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Seperti Apa Bahaya China ke RI? Siang Ini Bakal Diumumkan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular