
Hubungannya Semesra Itu! China Jatuh, RI Terpaksa Ikutan

Jakarta, CNBC Indonesia - China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Pergerakan perekonomian yang terjadi di Negeri Tirai Bambu ini akan selalu berimbas terhadap perekonomian Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perdagangan.
Perekonomian China menunjukkan indikasi perlambatan selama dua bulan berturut-turut. Dana Moneter Internasional (IMF) telah mengingatkan bahaya perlambatan China. China menyerap 30% ekspor Asia dan setidaknya 10% ekspor benua-benua lain. Bagi Indonesia, China menyerap hingga 23% ekspor.
China merupakan negara mitra perdagangan Indonesia terbesar. Total perdagangan China dan Indonesia tembus US$ 133,65 miliar pada 2022 atau naik 17,7% dibandingkan 2021.
Ekspor Indonesia ke China mencapai US$ 65,92 miliar sementara impor dari Tiongkok mencapai US$ 67,72 miliar. Baik ekspor dan impor merupakan yang tertinggi dalam sejarah.
Pada Januari-Maret 2023, ekspor ke China tercatat US$ 16,58 miliar atau naik 26,7%. Impor tercatat US$ 15,34 miliar atau turun 3,6%. Adapun sepanjang kuartal I-2023, Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar US$ 1,24 miliar terhadap China.
Sementara itu, negara dengan khas binatang Panda itu baru-baru ini mengumumkan bahwa impornya mengalami kontraksi tajam pada April 2023, sementara ekspor naik dengan kecepatan yang lebih lambat. Artinya, ini semakin memperkuat tanda-tanda lemahnya permintaan domestik.
Impor negara dengan size ekonomi terbesar kedua di dunia ini tercatat turun 7,9% (year-on-year/yoy) pada April, lebih dalam dibandingkan kontraksi 1,4% pada bulan sebelumnya.
Data Bea dan Cukai China juga mencatat ekspor tumbuh 8,5% (yoy). Meskipun tumbuh namun angkanya berkurang dari 14,8% pada Maret lalu.
Ekonom dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan tidak ada pertumbuhan impor dan ekspor akan meningkat sebesar 8%. Artinya, aktivitas perdagangan China lebih buruk dibandingkan ekspektasi.
"Pada awal tahun ini, orang akan berasumsi bahwa impor akan dengan mudah melampaui level 2022 setelah pembukaan kembali, tetapi ternyata tidak demikian," kata Xu Tianchen, seorang ekonom di Economist Intelligence Unit dikutip dari Reuters, Kamis (11/5/2023).
Padahal, perekonomian China tumbuh lebih cepat dari yang diharapkan pada kuartal pertama berkat konsumsi jasa yang kuat. Namun, output pabrik telah tertinggal dan angka perdagangan terbaru menunjukkan jalan terjal dan panjang untuk mendapatkan kembali momentum pra-pandemi di dalam negeri.
Sebelumnya, Biro Statistik Nasional (NBS) China pada Minggu (30/4/2023) mengumumkan, Purchasing Managers' Index (PMI) sektor manufaktur China pada April 2023 hanya 49,2. Pada Maret 2023, nilainya masih 51,6.
Penurunan PMI manufaktur terdampak oleh pelemahan pertumbuhan global. Sementara di dalam negeri, penurunan PMI terutama terimbas oleh keputusan konsumen tetap meningkatkan tabungan sembari terus menunda belanja.
Dalam laporan pada April 2023, IMF sudah mengingatkan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satu faktornya, penurunan pasar ekspor.
IMF menaksir, pertumbuhan China tidak akan sampai 4% pada 2024. Sebelum pandemi, China bisa tumbuh di atas 10%, namun terus melambat sampai sekarang.
Sementara lembaga riset S&P lebih dulu mengingatkan indikasi perlambatan manufaktur China. Di Pelabuhan Shanghai dan Shenzhen, jumlah kontainer kosong hampir mencapai rekor tertinggi. Peti kemas itu tidak kunjung terisi barang ekspor dari China ke berbagai negara lain. Kondisi itu terjadi kala perekonomian China disebut mulai kembali pulih pada 2023.
(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukti China Lebih Bahaya Bagi RI Ketimbang AS, Simak!
