
3 Negara Kaya Eropa Terancam Masuk Jurang Resesi

Jakarta, CNBC Indonesia - Tiga negara kaya di Eropa terancam masuk ke jurang resesi. Sejumlah data dan pernyataan menguatkan hal ini.
Resesi sendiri secara general diartikan sebagai negatifnya kegiatan ekonomi dua kuartal berturut-turut atau lebih dalam satu tahun. Siapa saja?
Jerman
Tanda Jerman akan masuk ke lubang resesi terlihat dari data terbaru Kantor Statistik Federal Senin waktu setempat. Sejumlah penurunan signifikan terlihat di data industri terbaru.
Produksi industri turun 3,4% pada Maret dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan terbesar 6,5% dialami industri mobil.
Produksi juga turun 3,4% pada produsen mesin dan peralatan serta 4,6% pada konstruksi. Tak hanya output produksi, Jerman juga mengalami pelemahan industri ritel.
Bukan hanya itu, penjualan ritel di negara tersebut juga turun 2,4% pada Maret. Ini menjadi penurunan bulanan terbesar dari negara zona euro mana pun. Ekspor Jerman ikut merosot di bulan Maret, turun 5,2% dari bulan sebelumnya. Jerman terpukul oleh penurunan yang sangat kuat dalam pengiriman ke Amerika Serikat (AS) dan China.
"Output industri Jerman tetap di bawah tingkat pra-pandemi dan kesuraman di antara produsen negara itu semakin dalam setelah penurunan pesanan pabrik sebesar 10,7% pada Maret, yang merupakan penurunan bulanan terbesar sejak penguncian pandemi melanda pada April 2020," tulis Financial Times memuat data Kantor Statistik Federal, dikutip Selasa (9/5/2023).
Perekonomian Jerman bertahan dari krisis energi yang dipicu oleh serangan besar-besaran Rusia ke Ukraina. Namun Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck memperkirakan pertumbuhan 0,4% tahun ini, mengatakan subsidi energi telah membantu menghindari resesi.
Meski begitu, para ekonom memperkirakan kenaikan suku bunga yang belum pernah terjadi sebelumnya, dikombinasikan dengan tingkat inflasi yang terus-menerus tinggi akan membebani aktivitas konsumen dan bisnis di pusat industri Eropa untuk sebagian besar tahun ini.
"Oleh karena itu, kami memperkirakan produksi industri akan terus menurun dalam beberapa bulan mendatang dan berkontribusi pada fakta bahwa ekonomi Jerman tidak akan pulih pada paruh kedua tahun ini, tetapi dikhawatirkan akan terjadi resesi ringan," kata Ralph Solveen, seorang ekonom di pemberi pinjaman Jerman Commerzbank.
Carsten Brzeski, seorang ekonom di ING, mengatakan output industri Jerman yang lebih rendah "meningkatkan kemungkinan revisi turun pertumbuhan PDB kuartal pertama". Ia menambahkan "setiap revisi ke bawah sebenarnya berarti ekonomi masih jatuh ke dalam resesi".
Swedia
Sementara itu, selain Jerman, Swedia juga dilanda ancaman yang sama. Di pertengahan April, Kementerian Keuangan Swedia kembali memperkirakan penurunan lebih dalam sebesar 1%, setelah meramal PDB menyusut sebesar 0,7% di Desember lalu.
"Kita menghadapi tantangan besar, tetapi kita akan melewatinya bersama-sama," kata Menteri Keuangan Swedia, Elisabeth Svantesson.
"Banyak orang berjuang untuk memenuhi kebutuhan, jadi penting bagi pemerintah untuk melawan inflasi dan mendukung mereka yang berada dalam keadaan paling sulit," tegasnya.
Sebelumnya, pemerintah Swedia memang telah menggambarkan prospek ekonomi negara itu untuk tahun 2023 sebagai sesuatu yang "suram" dalam sebuah laporan pada Oktober 2022. Kala itu, ekonomi sudah diprediksi akan tergelincir ke dalam resesi.
Meski Indeks Harga Konsumen (CPI) terbaru menunjukkan inflasi akhirnya mulai melambat, namun upah warga masih tertatih-tatih dan harga rumah menghadapi penurunan yang serius. Jumat lalu angka inflasi inti (tidak termasuk energi) Swedia pada Maret tercatat 8%, lebih rendah dari sebelumnya 9,4%, tapi masih jauh di atas target bank sentral 2%.
"Orang-orang memiliki daya beli yang lebih rendah daripada yang mereka miliki selama beberapa tahun," kata profesor ekonomi dan wakil dekan di School of Business, Economics and Law di University of Gothenburg, Ola Olsson.
"Begitu banyak orang berjuang dengan hal-hal mendasar dan juga mengurangi konsumsi mereka," tambahnya.
Lembaga pemikir Swedia, Institut Riset Ekonomi Nasional pun mengatakan inflasi -tanpa memasukkan energi- akan tetap tinggi sepanjang tahun. Setidaknya butuh waktu hingga kuartal kedua tahun 2024 sebelum akhirnya turun di bawah 2%.
"Diperlukan pula waktu hingga 2025 sebelum ekonomi benar-benar membaik dan resesi yang diperkirakan sekarang mungkin tidak akan berakhir hingga 2026," kata lembaga itu lagi.
Inggris
Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa ekonomi Inggris akan memasuki fase suram pada 2023. Hal ini terjadi saat negara itu masih terus bergelut dengan tingginya harga energi di tengah perang Rusia-Ukraina.
Peneliti IMF memaparkan ekonomi Inggris diproyeksikan menyusut 0,3% pada 2023. Ini merupakan yang terburuk di antara negara-negara anggota G20, dan juga salah satu yang terendah di kalangan negara aliansi G7.
"Paparan Inggris terhadap harga gas yang tinggi, kenaikan suku bunga dan kinerja perdagangan yang lamban sebagai alasan kinerja ekonomi yang lemah," ujar hasil analisis itu dikutip BBC, April lalu.
Meskipun Inggris diperkirakan memiliki kinerja ekonomi terburuk tahun ini, ramalan terbaru IMF sedikit lebih baik dari ekspektasi sebelumnya tentang kontraksi 0,6% yang dibuat pada Januari. IMF juga menambahkan ekonomi Negeri Raja Charles itu akan tumbuh 1% pada tahun 2024 mendatang.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh, Raksasa Eropa Ini Beneran Jatuh ke Jurang Resesi