BI Buka Suara Soal Gagal Bayar AS: Tak Akan Terjadi!
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) meyakini kekhawatiran Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen mengenai potensi gagal bayar utang (default) di AS tidak akan terjadi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, berita gagal bayar pemerintah AS bukan lah hal baru. Biasanya keputusan politik mereka akan sampai pada keputusan menaikan debt ceiling atau plafon utang.
"Sejak tahun 1960 saja mereka paling tidak sudah menaikan 78 kali (debt ceiling). Saya rasa kali ini pun mereka akan mengambil langkah yang sama," jelas Erwin kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (3/5/2023).
Untuk diketahui, debt ceiling adalah batas jumlah dana yang dapat dipinjam pemerintah AS untuk memenuhi fiskalnya untuk bisa melakukan belanja pemerintah, seperti memberikan jaminan sosial kepada masyarakat, memberikan layanan kesehatan, hingga keamanan.
Sama seperti Indonesia, setiap tahun, pemerintah AS memperoleh pendapatan negara dari pajak atau penerimaan bea cukai, namun pada akhirnya belanja pemerintah lebih besar dari penerimaan. Hal ini pun yang akhirnya membuat AS saat ini mengalami defisit berkisar antara US$ 400 miliar hingga US$ 3 triliun setiap tahun selama beberapa tahun terakhir.
Defisit yang tersisa di akhir tahun pada akhirnya melekat pada total utang negara. Dalam melakukan pembiayaan, bendahara negara AS biasanya mengeluarkan sekuritas, seperti obligasi pemerintah AS, yang pada akhirnya akan dibayar kembali dengan bunga.
Begitu pemerintah AS mencapai batas utangnya, bendahara tidak dapat melakukan penarikan surat utang, yang pada akhirnya memberhentikan aliran dana ke APBN-nya.
Sementara itu, parlemen AS bertanggung jawab untuk menetapkan batas utang, yang saat ini mencapai US$ 31,4 triliun. Plafon utang telah dinaikkan sejak 1960 di bawah kepemimpinan Partai Demokrat maupun Republik. Terkadang pagu ditangguhkan sebentara dan kemudian ditetapkan kembali pada batas yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, secara historis AS tidak pernah mengalami default. Hal ini pula yang diyakini oleh Bank Indonesia.
"Kalau sampai keputusan politik ini (menaikan debt ceiling) tidak diambil, lalu mereka default tentunya akan mempengaruhi kredibilitas pemerintah dan selanjutnya berdampak pada kestabilan keuangan global. Tapi sekali lagi saya kira ini tidak akan terjadi," tegas Erwin.
Sebelumnya, Menkeu As Janet Yellen pun telah mengirimkan surat kepada Kongres AS, dan memberitahukan bahwa kemungkinan AS akan mengalami default pada Juni 2023 jika kongres tidak juga memberi restu untuk menaikan plafon utang AS.
"Kegagalan untuk memenuhi kewajiban pemerintah akan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada ekonomi AS, mata pencaharian semua orang Amerika dan stabilitas keuangan global," jelas Yellen dalam sebuah surat kepada Kongres AS pada awal tahun ini, dikutip dari The Guardian, Rabu (3/5/2023).
Jika AS benar-benar mengalami default, maka investor akan kehilangan kepercayaan pada dolar AS, menyebabkan ekonomi melemah dengan cepat. PHK akan segera terjadi, dan pemerintah federal AS tidak akan memiliki sarana untuk melanjutkan semua layanannya.
(cap/cap)