Asia Panas Mendidih, 'Kiamat' Batu Bara Masih Jauh!

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
27 April 2023 15:55
Pekerja membersihkan sisa-sisa batu bara yang berada di luar kapal tongkang pada saat bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemerintah Indonesia berambisi untuk mengurangi besar-besaran konsumsi batu bara di dalam negeri, bahkan tak mustahil bila meninggalkannya sama sekali. Hal ini tak lain demi mencapai target netral karbon pada 2060 atau lebih cepat, seperti yang dikampanyekan banyak negara di dunia. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah negara di dunia saat ini terus menggencarkan kampanye untuk meninggalkan batu bara sebagai salah satu sumber energi. Pasalnya, batu bara dianggap sebagai sumber energi kotor yang memicu menambah suhu bumi yang berdampak pada perubahan iklim dunia.

Adapun salah satu dampak perubahan iklim saat ini mulai terasa di berbagai negara, termasuk cuaca ekstrem atau munculnya gelombang panas di sejumlah negara Asia belakangan ini.

Namun di sisi lain, meningkatnya suhu panas juga berdampak pada permintaan energi yang turut melonjak, utamanya batu bara.

Alih-alih meninggalkan batu bara, sejumlah negara dengan kekuatan ekonomi besar seperti China dan India justru diperkirakan akan meningkatkan produksi batu bara hingga beberapa tahun ke depan, seiring dengan proyeksi meningkatnya kebutuhan batu bara di dalam negeri.

Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan bahwa produksi batu bara di China terus akan meningkat hingga tahun 2026 diperkirakan mencapai 4 miliar ton per tahun.

Lalu, peningkatan produksi batu bara juga diikuti India yang diperkirakan mencapai 1-3 miliar ton per tahun.

"India juga terus meningkatkan produksi, bahkan sekarang mendekati 900 juta ton dan dia akan memaksimalkan atau melimitasi 1 sampai 3 miliar ton. Demikian juga China tahun 2026 juga akan melimitasi kebutuhan sampai 4,3 (miliar ton) dan saat ini didorong terus mendekati 4 miliar ton," ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam program 'Mining Zone', dikutip Kamis (27/4/2023).

Singgih mengatakan, peningkatan produksi yang dilakukan oleh kedua negara tersebut bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk memaksimalkan jumlah ekspor batu bara hingga empat tahun ke depan sebelum kedua negara tersebut mencapai limitasi produksi batu baranya.

"Sehingga bisa menjadi kesempatan 3 tahun sebelum India dan China menaikkan produksi batu bara nasionalnya. Ini menjadi pasar baik bagi Indonesia, khususnya di saat tadi, cuaca panas di mana berpengaruh ke PLTU, Hidro (PLTA)," tambahnya.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia menyebut akan menghentikan penggunaan batu bara sebagai sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada 2050 mendatang.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah resmi melarang pembangunan baru PLTU berbasis batu bara. Tak hanya itu, Presiden pun meminta Menteri untuk menyusun peta jalan percepatan pengakhiran atau mempensiunkan PLTU yang masih beroperasi saat ini.

Kebijakan tersebut resmi tertuang dalam Peraturan Presiden No.112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik.

Peraturan Presiden ini ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 13 September 2022 dan berlaku efektif pada saat diundangkan yakni sama seperti tanggal penetapan, 13 September 2022.

Adapun kebijakan tersebut ditujukan dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 3. Pada Pasal 3 (1) berbunyi:

"Dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan, Menteri menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU yang dituangkan dalam dokumen perencanaan sektoral."

Namun di sisi lain, pada ayat 4 disebutkan bahwa pengembangan PLTU baru dilarang, kecuali salah satunya bagi PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini.

Indonesia sendiri telah merencanakan untuk mencapai netral karbon atau Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Asia Mendidih, Tapi Harga Batu Bara Takkan Se-hot Tahun Lalu!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular