Internasional

Sekutu Putin Terancam Perang di Asia, Rusia Turun Tangan

luc, CNBC Indonesia
26 April 2023 13:10
Protesters gather near the parliamentary building during a protest against an agreement to halt fighting over the Nagorno-Karabakh region, in Yerevan, Armenia, Wednesday, Nov. 11, 2020. Thousands of people flooded the streets of Yerevan once again on Wednesday, protesting an agreement between Armenia and Azerbaijan to halt the fighting over Nagorno-Karabakh, which calls for deployment of nearly 2,000 Russian peacekeepers and territorial concessions. Protesters clashed with police, and scores have been detained. (AP Photo/Dmitri Lovetsky)
Foto: Demo terhadap kesepakatan untuk menghentikan pertempuran atas wilayah Nagorno-Karabakh, di Lapangan Kebebasan di Yerevan, Armenia, Rabu, 11 November 2020. (AP / Dmitri Lovetsky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara dua tetangga Rusia di Asia, Armenia dan Azerbaijan, memaksa Rusia untuk meredakan ketegangan yang bisa berujung perang terbuka tersebut.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa pihaknya mengadakan pembicaraan dengan Armenia, sebagai salah satu sekutu dalam Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), tentang perlunya meredakan ketegangan dengan Azerbaijan atas wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Galuzin bertemu dengan dua Wakil Menteri Luar Negeri Armenia dan mendesak mereka untuk mengintensifkan upaya normalisasi situasi di wilayah tersebut.

"Situasi saat ini di kawasan itu menimbulkan keprihatinan serius," kata kementerian luar negeri Rusia dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, Rabu (26/4/2023).

"Kebutuhan untuk meningkatkan upaya di semua jalur normalisasi Armenia-Azerbaijan digariskan sesuai dengan perjanjian (gencatan senjata)."

Azerbaijan pada Minggu mendirikan pos pemeriksaan di awal Koridor Lachin, satu-satunya rute jalan yang menghubungkan Armenia ke Nagorno-Karabakh, yang disebut Armenia sebagai "pelanggaran berat" terhadap perjanjian gencatan senjata 2020 yang ditengahi Moskow antara kedua belah pihak.

Amerika Serikat (AS) pun mengatakan "sangat prihatin" tentang pos pemeriksaan itu.

Adapun, Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, tetapi sebagian besar dihuni oleh etnis Armenia.

Pada 2020, Azerbaijan memperoleh keuntungan teritorial yang signifikan dalam perang enam minggu yang menewaskan ribuan orang di kedua sisi, sebelum Moskow mencapai kesepakatan gencatan senjata yang mencakup pengiriman pasukan penjaga perdamaian Rusia ke wilayah tersebut.

Sebelumnya, warga Armenia marah kepada Rusia. Tidak sedikit pula yang menyebut Moskow bukan lagi teman mereka.

Fenomena ini dipicu invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 lalu. Serangan Putin itu mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh negara bekas Soviet dan mendorong mitra Moskow untuk mencari sekutu di tempat lain.

Artur Sargsyan, seorang filolog berusia 26 tahun, mengatakan Rusia adalah mitra yang tidak dapat diandalkan dan Armenia harus mencari sekutu di tempat lain.

"Saya memimpikan suatu hari ketika Armenia meninggalkan CSTO dan pengaruh Rusia," kata Sargsyan, mengacu pada pakta regional yang dipimpin Moskow, dikutip AFP.

"Rusia dan CSTO tidak membantu Armenia selama masa yang sangat sulit," tambahnya, merujuk pada kelambanan blok keamanan dalam menghadapi konflik dengan musuh bebuyutan Azerbaijan.

Sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, negara kecil Kaukasus yang berpenduduk sekitar tiga juta orang ini mengandalkan Rusia untuk dukungan militer dan ekonominya. Negara ini menjadi tuan rumah pangkalan militer Rusia dan banyak orang di negara itu berbicara bahasa Rusia.

Tapi kini banyak orang di Armenia mengatakan tidak bisa memaafkan Moskow yang dianggap melalaikan tanggung jawabnya untuk mempertahankan negara mereka secara militer melawan Azerbaijan yang bersekutu dengan Turki.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Ancaman Perang Baru di Asia, Putin Ikut Turun Tangan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular