'Kiamat Beras' Hantui Bumi, Belum Pernah Terjadi Sebelumnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga beras di tingkat global akan melambung tinggi. Seiring dengan anjloknya produksi beras pada tahun ini, yang menurut berbagai analis menyebabkan defisit beras terburuk dalam 2 dekade terakhir.
Berdasarkan Fitch Solutions Country Risk & Industry Research 3,5 miliar orang di dunia ini akan terdampak defisit produksi beras global sebanyak 8,7 juta ton, terbesar sejak 2003/2004, ketika pasar beras global defisit 18,6 juta ton.
"Di tingkat global, dampak paling nyata dari defisit beras global adalah harga beras yang tinggi sejak satu dekade terakhir," kata analis komoditas Fitch Solutions, Charles Hart, dikutip dari CNBCÂ International.
Harga beras diperkirakan akan tetap berada di sekitar level tertinggi hingga 2024. Harga beras rata-rata di tingkat global diperkirakan sebesar US$ $17,30 per cwt hingga akhir tahun ini, dan hanya akan turun menjadi $14,50 per cwt pada 2024. Cwt adalah satuan ukuran untuk komoditas tertentu seperti beras.
"Mengingat beras adalah komoditas makanan pokok di berbagai pasar di Asia, harga menjadi penentu utama inflasi harga pangan dan ketahanan pangan, terutama untuk rumah tangga termiskin," ujar Charles Hart
Berkurangnya pasokan beras sebagai akibat dari perang yang sedang berlangsung di Ukraina, serta cuaca buruk di negara penghasil beras seperti China dan Pakistan.
Pada paruh kedua tahun lalu, petak-petak lahan pertanian di China, produsen beras terbesar di dunia, dilanda hujan musim panas yang deras, diiringi dengan banjir.
Akumulasi curah hujan di provinsi Guangxi dan Guangdong, pusat utama produksi beras China, adalah yang tertinggi kedua sejak 20 tahun terakhir, menurut perusahaan analitik pertanian Gro Intelligence.
Demikian pula Pakistan, yang mewakili 7,6% dari perdagangan beras global, mengalami penurunan produksi tahunan sebesar 31% karena banjir parah tahun lalu, kata Departemen Pertanian AS
"Situasi defisit produksi beras global akan meningkatkan biaya impor beras bagi importir beras besar seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, dan negara-negara Afrika pada 2023," kata Oscar Tjakra, senior analyst global food and agriculture Rabobank.
Meski demikian, defisit beras ini akan cepat berlalu. Fitch Solutions memperkirakan, pasokan beras akan kembali surplus pada periode 2024/2025 seiring dengan kembali normalnya perkiraan cuaca pada periose itu. Harga beras dapat turun hampir 10% menjadi $15,50 per cwt pada 2024.
"Kami yakin pasar beras akan kembali surplus pada 2024/25 dan kemudian terus melemah dalam jangka menengah."
(hoi/hoi)