Analis Dunia Warning RI Soal 'Kiamat Beras', Ada Apa?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
19 April 2023 14:10
Para pekerja sedang mengangkat beras di Gudang Bulog Kelapa Gading Jakarta. (Dok. Bulog)
Foto: Para pekerja sedang mengangkat beras di Gudang Bulog Kelapa Gading Jakarta. (Dok. Bulog)

Jakarta, CNBC Indonesia - Produksi beras dunia diprediksi akan mengalami pelemahan produksi terbesar dalam 20 tahun pada 2023 ini. Hal ini akan menimbulkan ancaman kelangkaan pasokan pangan utama itu.

Fitch Solutions mengatakan dari China hingga Amerika Serikat (AS) hingga Uni Eropa (UE), produksi beras dilaporkan turun. Hal ini menaikkan harga di wilayah Asia Pasifik, yang mengkonsumsi 90% beras dunia.

"Di tingkat global, dampak paling nyata dari defisit beras global adalah, dan masih, harga beras yang tinggi selama satu dekade," kata analis komoditas Fitch Solutions, Charles Hart, kepada CNBC International, Rabu, (19/4/2023).

"Harga beras diperkirakan akan tetap berada di sekitar level tertinggi saat ini hingga tahun 2024," kata sebuah laporan oleh Fitch Solutions Country Risk & Industry Research tertanggal 4 April.

Menurut laporan tersebut, harga beras rata-rata US$ 17,30 per cwt hingga 2023 tahun ini, dan hanya akan turun menjadi US$ 14,50 per cwt pada tahun 2024. Cwt adalah satuan ukuran untuk komoditas tertentu seperti beras.

"Mengingat beras adalah komoditas makanan pokok di berbagai pasar di Asia, harga menjadi penentu utama inflasi harga pangan dan ketahanan pangan, terutama untuk rumah tangga termiskin," kata Hart.

Kekurangan beras global untuk 2022/2023 akan mencapai 8,7 juta ton. Itu akan merusak defisit beras global terbesar sejak 2003/2004, ketika pasar beras global menghasilkan defisit 18,6 juta ton.

Penyebab kekurangan pasokan beras global pun beragam, mulai dari perang yang sedang berlangsung di Ukraina, serta cuaca buruk di negara penghasil beras seperti China dan Pakistan.

Pada paruh kedua tahun lalu, petak-petak lahan pertanian di China, produsen beras terbesar di dunia, dilanda hujan musim panas yang lebat dan banjir.

"Akumulasi curah hujan di provinsi Guangxi dan Guangdong negara itu, pusat utama produksi beras China, adalah yang tertinggi kedua dalam setidaknya 20 tahun," menurut perusahaan analitik pertanian Gro Intelligence.

Demikian pula, Pakistan, yang mewakili 7,6% dari perdagangan beras global, mengalami penurunan produksi tahunan sebesar 31% tahun-ke-tahun karena banjir parah tahun lalu, kata Departemen Pertanian AS (USDA).

Selain tantangan pasokan yang semakin ketat, beras menjadi alternatif yang semakin menarik menyusul lonjakan harga biji-bijian utama lainnya sejak serangan Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Ini telah meningkatkan permintaan atas komoditas itu.

Analis senior di bank pangan dan pertanian global Rabobank, Oscar Tjakra, pun memperingatkan dampak kondisi ini bagi negara-negara pengimpor besar, salah satunya adalah Indonesia.

"Situasi defisit produksi beras global akan meningkatkan biaya impor beras bagi importir beras besar seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, dan negara-negara Afrika pada 2023," kata Tjakra.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article "Kiamat" Beras India Bawa Malapetaka, Malaysia-Filipina Kena

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular