Ngeri! Migor di Supermarket Terancam Langka Jelang Lebaran
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan bahwa pemerintah sampai dengan detik ini masih belum membayarkan selisih harga minyak goreng alias rafaksi dari program satu harga pada tahun 2022 lalu. Jumlahnya Rp 344 miliar!
Padahal, janjinya Pemerintah akan membayar biaya selisihnya itu 17 hari setelah program satu harga tersebut dilakukan.
Untuk diketahui, program satu harga tersebut dilakukan mulai dari 19 Januari sampai dengan 31 Januari 2022 lalu. Dengan demikian, seharusnya pemerintah telah membayarkan rafaksi tersebut adalah pada 17 Februari 2022 lalu. Ironinya, sudah satu tahun lebih sejak program tersebut dilakukan, namun rafaksi tak kunjung dibayarkan.
Sikap pemerintah ini membuat pengusaha ritel geram. Mereka pun mengancam akan melakukan mogok pengadaan minyak goreng di ritel-ritel modern.
"Intinya sampai hari ini belum ada komunikasi, belum dipanggil, belum ada arahan, belum ada penjelasan dari Kemendag. Padahal kita sudah menyuarakannya ini berpretensi (berlagak) arogansi yang dilakukan pemerintah kepada pelaku usaha padahal sebelum diberlakukan tanggal 19 Januari 2022 (Permendag lama) hampir tiap hari kita meeting. Jadi terkesan habis manis sepah dibuang," ungkap Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/4/2023).
Sampai saat ini, Roy mengaku belum menerima panggilan telepon maupun tanggapan secara langsung dari pihak Kemendag terkait dengan negosiasi pembatalan itikat Aprindo mogok pengadaan minyak goreng premium di 48.000 ritel. Padahal, saat awak media menkonfirmasi Kementerian Perdagangan pada Jumat, 14 April 2023 kemarin, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim menyebut akan menghubungi Aprindo langsung siang itu.
Ancaman aksi mogok yang dilakukan para pengusaha ritel bukan isapan jempol semata. Adapun alasan mogok seperti yang sudah disebutkan karena peritel belum mendapatkan pembayaran rafaksi atau selisih harga minyak goreng dari pemerintah sebesar Rp 344 miliar.
Masalah tambah pelik karena aturan yang dibuat Kementerian Perdagangan berubah. Pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022, pengusaha ritel harus menjual minyak goreng satu harga yakni Rp 14.000/liter pada 2022 lalu.
Aturan ini kemudian dibatalkan dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
"Malah menterinya kerja sama dengan komisi VI menantang kita untuk dimasukin ke PTUN. PTUN menang maka perintah PTUN itu dilakukan meminta BPDPKS membayar ke kita jadi itu yang disampaikan Pak Menteri saat Raker dengan komisi VI DPR RI," ungkap Roy Jumat lalu (14/4/2023).
Apabila pendapat hukum nantinya menyatakan pemerintah tak perlu membayar rafaksi minyak goreng tersebut, Aprindo telah memiliki beberapa opsi untuk memprotes akan hal tersebut. Salah satunya, dengan menyetop supply minyak goreng di ritel-ritel modern.
"Karena itu kita mempertahankan kebenaran. Ini bukan korupsi, kewajiban (pemerintah) tapi ini hak. Utang pemerintah masa gak mau dibayar pas peraturannya berlaku begitu peraturannya gak berlaku utang mau dihilangkan berarti aturan itu dibuat dilanggar sama mereka sendiri," lanjutnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengaku sudah menjalin komunikasi dengan para pengusaha ritel.
"Ada, sudah komunikasi, ada koordinasi tapi belum diupdate ke teman-teman (media)," sebutnya.
Jerry mengatakan, komunikasi yang dijalin antara Kemendag dengan Aprindo merupakan satu hal penting yang harus dilakukan, karena menyangkut hajat hidup orang banyak yaitu minyak goreng. Terlebih sebentar lagi akan Lebaran Idul Fitri.
Untuk itu, Jerry menegaskan pihaknya akan menjadwalkan dan mengajak Aprindo untuk duduk bersama membahas permasalahan ini lebih lanjut.
"Ini kan menyangkut Lebaran dan kepotong libur. Nanti setelah itu ada komunikasi lagi. Intinya saya yakin Aprindo dan Kemendag akan duduk bersama," sebut Jerry.
Di sisi yang lain, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengatakan pemerintah perlu hati-hati untuk menyikapi hal ini. Isy juga mengaku akan segera mendatangi Kejaksaan Agung untuk meminta jawaban atas surat permintaan pendapat yang sudah dikirimkan beberapa waktu lalu. Pasalnya, untuk mengeluarkan izin pelunasan utang rafaksi itu perlu masukan dari Kejaksaan Agung.
"Ini saya akan ke Kejaksaan Agung lagi, kita akan meminta (pendapat mereka lagi). Kan suratnya sudah lama itu. Surat dari Dirjennya sudah, kemudian tinggal di level teknis, kan sudah rapat beberapa kali," jelasnya.
(wur/wur)