Ekspor Mau Disetop, Cuma Segini Daya Tampung Pabrik Bauksit
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menegaskan akan menghentikan ekspor mineral mentah bauksit pada Juni 2023.
Lantas, bagaimana persiapan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri? Apakah sudah siap menampung bauksit yang diproduksi selama ini bila ekspor disetop?
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit di dalam negeri hingga kini masih berlangsung.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengatakan, dari target 12 smelter yang dicanangkan dibangun, saat ini baru empat smelter yang beroperasi.
Ia pun pesimistis semua proyek smelter bauksit bakal selesai dan beroperasi tepat waktu pada Juni 2023.
"Sekarang yang sudah produksi tiga, tapi satu perusahaan itu punya dua line, jadi empat lah. Delapan (smelter) sekarang yang sedang rencana membangun progresnya belum tahu. Masih jauh lah," kata Irwandy saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (14/4/2023).
Irwandy pun sempat menyebut, produksi bijih bauksit RI pada 2021 tercatat sebesar 25,8 juta ton. Dari total produksi tersebut, mayoritas atau 90% dijual ke luar negeri. Tercatat, sebanyak 23,2 juta ton bauksit RI diekspor pada 2021.
Sedangkan untuk penyerapan bauksit di pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri hanya sebesar 2,6 juta ton.
Artinya, jumlah bauksit yang mampu ditampung di smelter dalam negeri saat ini baru sebesar 2,6 juta ton atau hanya sekitar 10% dari total produksi tahunan.
Meski demikian, dirinya pun menegaskan pemerintah tetap akan melarang ekspor bauksit pada Juni mendatang. Selain karena sudah diumumkan Presiden Jokowi, ini juga merupakan amanat Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
"Ya setop bauksit udah pasti Juni ini," ujar Irwandy.
Sementara itu, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Nicolas D. Kanter mengungkapkan bahwa pihaknya akan menyesuaikan jumlah produksi bauksit ketika kebijakan larangan ekspor diberlakukan. Hal itu dilakukan agar mengurangi penumpukan stok bauksit yang belum terserap untuk dimurnikan di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam negeri.
"Bukan penurunan produksi, nanti kita harus sesuaikan. Maksudnya, bukan penurunan. Kita mesti adjust. Kalau nggak, stockpile kita kan nggak bisa ekspor," jelasnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Kamis (13/4/2023).
Namun, Nico mengatakan bahwa pihaknya selalu mendukung kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah bauksit. Dia mengatakan, saat ini Antam sudah memiliki smelter PT Indonesia Chemical Alumina (ICA) sebagai smelter chemical grade alumina (CGA).
"Kalau kita, kebijakan pemerintah selalu kita harus dukung ya. Kita harus mempercepat. Karena kita sudah punya smelter ICA. Kita harus mempercepat," tambahnya.
Di sisi lain, dia juga mengungkapkan bahwa pihaknya harus segera meningkatkan kapasitas smelter bauksit yang dimiliki agar bisa menyerap dan memurnikan bijih bauksit yang ada.
"Kita harus meningkatkan kapasitas (smelter) supaya bisa menyerap bauksit-bauksit yang kita miliki. Itu yang bagusnya itu," tandasnya.
(wia)