Mau Jadi 'Raja', Ini 5 Proyek Baterai EV Raksasa RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia Battery Corporation (IBC) tengah berupaya menjadi raja baterai kendaraan listrik. Hal tersebut menyusul adanya beberapa portofolio proyek untuk pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi baterai terintegrasi.
Berdasarkan pemaparan IBC, setidaknya terdapat lima proyek yang saat ini tengah fokus dikerjakan oleh perusahaan. Pertama, proyek Dragon yang merupakan proyek pengembangan end to end ev battery value chain bersama Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL), anak usaha CATL.
Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC), Toto Nugroho mengatakan setelah IBC dan CBL melakukan penandatanganan conditional share purchase agreement (CSPA) pada 16 Januari lalu, diharapkan CBL mulai menggelontorkan investasinya pada tahun ini.
Adapun nilai investasi dari proyek Dragon ini sendiri dari hulu ke hilir totalnya mencapai US$ 5,6 miliar atau Rp 84 triliun. "Tahun ini terkait hilirisasinya harus ditandatangani dan total hulu sampai hilir US$ 5,6 miliar. Itu adalah komitmen mereka," kata dia dalam RDP bersama Komisi VII, dikutip Kamis (13/4/2023).
Kedua, yakni proyek Titan yang merupakan proyek pengembangan End to End EV Battery Value Chain bersama Konsorsium LGES. Menurut Toto, ada kemungkinan terjadi perubahan komposisi dari pihak konsorsium LGES. Konsorsium LGES sendiri akan datang ke Indonesia pada akhir 2023 atau awal Mei 2023 untuk menyampaikan konfirmasi dari anggota konsorsium LGES atas komitmen dalam proyek ini.
Ketiga, proyek BESS yang merupakan pengembangan pilot project battery energy storage system dengan PT PLN dan MIND ID. Adapun untuk saat ini proyek ini sendiri tengah dalam tahap feasibility study terkait dengan implementasi energy storage di area operasional PLN dan MIND ID.
Keempat, yakni proyek Volt, dimana dalam proyek ini IBC melakukan aksi korporasi dengan mengakuisisi produsen motor listrik Gesits. Saat ini, IBC tengah melakukan peningkatan kapabilitas Gesits menjadi champion industri motor listrik nasional pasca diselesaikannya akuisisi oleh IBC sebagai pemegang saham mayoritas.
"Selain BESS, kami mayoritas pemegang saham dari Gesits dan Gesits ini salah satu market leader. Ini karya anak bangsa. Ini hal yang kami mendorong juga dari demand side nya dibesarkan," kata dia.
Kelima, yang terakhir yakni proyek Omega. Dimana dalam proyek tersebut Indonesia digadang-gadang bakal mempunyai pabrik baterai kendaraan listrik terbesar di Asia Tenggara. Pabrik itu sendiri rencananya bakal terbangun di wilayah Karawang, Jawa Barat.
Menurut Toto proyek Omega merupakan hasil kerja sama dengan konsorsium asal Korea Selatan, LG Energy Solution dan Hyundai Motor Group. Adapun pabrik tersebut rencananya akan memulai produksi pertamanya pada tahun 2024.
"Kita BUMN diberi kesempatan dinegosiasikan untuk masuk ke situ secara minoritas memang gak besar hampir 5% dan saat ini dari project omega sendiri konstruksi 80% di Karawang dan siap beroperasi 2024," katanya.
Menurut Toto, pabrik baterai kendaraan listrik di Karawang ini mempunyai investasi sebesar US$ 1,1 miliar atau Rp 16,37 triliun (asumsi kurs Rp 14.886 per US$). Sementara itu, produksi baterai pada pabrik tersebut di tahun 2024 ditargetkan dapat mencapai 10 gigawatt hour (GWh).
"Project Omega di Karawang konstruksi hampir 70-80 persen nilai investasi US$ 1,1 miliar dan ini awal dari Indonesia menjadi EV production hub dia terintegrasi dengan pabrik mobil Hyundai. Dia produksi juga tidak hanya buat Indonesia saja tapi juga diekspor," ujarnya.
Di sisi lain, Toto memaparkan kebutuhan baterai untuk kendaraan listrik dunia bakal mencapai 5.300 GWh pada 2035 dan didominasi oleh kebutuhan dari kendaraan listrik roda empat. Sedangkan kebutuhan baterai EV sebagian besar berasal dari 3 area yakni Amerika Serikat, Eropa dan Asia.
Menurut Toto Indonesia ditargetkan dapat menjadi EV Battery Production Hub di kawasan Asia Tenggara. Apalagi Indonesia mempunyai bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan baterai kendaraan listrik.
(pgr/pgr)