Tak Tinggal Diam, Ini Usaha RI Supaya Nikel Tak Dikucilkan AS

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
11 April 2023 13:42
U.S. President Joe Biden greets Indonesia's President Joko Widodo as he arrives for the G20 leaders' summit in Nusa Dua, Bali, Indonesia, November 15, 2022. REUTERS/Kevin Lamarque/Pool
Foto: REUTERS/KEVIN LAMARQUE

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kini menghadapi situasi tak sedap dari rencana kebijakan subsidi Amerika Serikat. Pasalnya, Amerika Serikat dikabarkan tidak akan memberikan subsidi hijau bagi produk yang memiliki kandungan nikel dari Indonesia.

Melalui undang-undang baru Inflation Reduction Act (IRA), AS diketahui bakal memberikan kredit pajak atas pembelian mobil listrik. Undang-undang ini mencakup US$ 370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.

Namun demikian, insentif ini dikhawatirkan tidak berlaku atas mobil listrik dengan baterai yang mengandung komponen nikel dari Indonesia.

Alasannya, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS.

Meski demikian, Indonesia tak tinggal diam. Pemerintah kini tengah melakukan berbagai upaya agar kandungan nikel Indonesia pada produk baterai maupun kendaraan listrik AS bisa dimasukkan ke dalam kebijakan subsidi hijau tersebut.

Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan mengatakan bahwa Indonesia akan melakukan negosiasi melalui forum-forum perdagangan.

"Tapi itu kalaupun nikel Indonesia nggak masuk (AS), bukan merupakan suatu end of the world, karena kita juga bisa melakukan perundingan dengan Amerika melalui forum-forum lain. Karena di sini kita belum punya agreement khusus dengan Amerika," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program 'Mining Zone', dikutip Selasa (11/4/2023).

Dia mengatakan, Indonesia bukan satu-satunya negara yang dikecualikan dalam IRA. Menurutnya, masih banyak negara lain yang juga belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS. Negara-negara ini menggunakan forum bernama Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) untuk akses bernegosiasi dengan AS.

"Misal di Amerika, kita punya mempunyai semacam TIFA, Trade and Investment Framework Agreement. Itu suatu forum yang diskusikan negara Amerika untuk bisa diberikan semacam insentif perlakuan khusus, sehingga barang-barang mereka bisa masuk ke Amerika dengan tarif rendah maupun tarif yang nol sekalipun," tambahnya.

Tak hanya itu, lanjutnya, Indonesia juga bisa bernegosiasi melalui forum lain seperti IPEF atau Indo-Pacific Economic Framework. Dalam forum tersebut, Indonesia memiliki akses pasar menuju AS.

"Juga ada namanya Indo-Pacific Economic Framework, IPEF ya, yang sudah berlangsung waktu pertemuan di Bali. Indonesia sudah mengajukan semacam permintaan agar dalam IPEF itu diberikan yang dinamakan market access, akses pasar terhadap Amerika. Itu negara-negara yang tergabung dalam negara IPEF itu," tandasnya.

Oleh karena itu, Bara menilai Indonesia yang masih "dikucilkan" dari AS ini bukanlah perlakuan diskriminatif AS, khususnya terhadap nikel Indonesia. Melainkan, ini memang berlaku secara umum, termasuk negara-negara lain yang belum memiliki perjanjian perdagangan dengan AS.

"Jadi sebetulnya ini bukan khusus nikel Indonesia, ini bukan perlakuan diskriminatif kepada Indonesia, tapi berlaku secara umum," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan turut buka suara mengenai "pengucilan" AS ini.

Atas isu tersebut, Menko Luhut mengungkapkan bahwa nantinya jika AS tidak segera menjalin kerja sama dengan Indonesia atau Free Trade Agreement (FTA) maka yang akan rugi adalah pihak AS itu sendiri.

"Kita akan bicara (dengan AS), karena kalau tidak, mereka akan rugi juga dan green energy yang kita punya untuk proses prekursor katoda itu mereka nggak dapat dari Indonesia karena kita nggak punya Free Trade Agreement dengan mereka," tegasnya saat konferensi pers di gedung Kemenko Marves, Senin (10/4/2023).

Kendati demikian, pada hari ini, Selasa (11/04/2023), Luhut dijadwalkan melakukan kunjungan kerja ke AS untuk melakukan negosiasi terkait isu ini.

Dalam kunjungan kerja ke AS ini, Luhut juga dijadwalkan akan bertemu dengan pabrikan otomotif "raksasa" Tesla dan Ford.

Luhut menilai, yang akan dilakukan Indonesia saat ini yaitu mencoba melakukan negosiasi dan mencapai kesepakatan dengan AS. Hal ini juga yang dilakukan Jepang beberapa waktu lalu.

Bila pada akhirnya mereka masih tidak menerima, maka mereka sendiri yang akan merugi.

"Saya bilang seperti Jepang, kita juga sudah ke Amerika. Kalau mau kesepakatan, ya kalau gak mau kan mau diapain lagi. Tapi kan yang rugi mereka juga," tuturnya.

Namun demikian, Luhut mengatakan optimismenya bahwa kesepakatan Indonesia dan AS terkait nikel ini bisa tercapai.

"Tapi saya kira akan ada mungkin agreement dengan kita," imbuhnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Heboh RI Dikucilkan AS, Anak Buah Mendag Zulhas Buka Suara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular