Internasional

Efek Proyek BRI, China Obral Pinjaman Rp 3.610 T ke 22 Negara

News - Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
29 March 2023 18:35
Ilustrasi bendera China. (VCG via Getty Images/VCG) Foto: Ilustrasi bendera China. (VCG via Getty Images/VCG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Selama dekade terakhir, China telah meminjamkan uang dalam jumlah besar kepada pemerintah negara-negara di seluruh Asia, Afrika, dan Eropa. Pinjaman tersebut menumbuhkan pengaruh global China melalui megaproyek infrastruktur dan menjadi salah satu kreditor terbesar di dunia.

Sekarang, sebuah studi baru yang dikutip CNN International mengatakan Beijing juga telah menjadi pemberi pinjaman penyelamatan darurat utama ke negara-negara yang sama, yang banyak di antaranya sedang berjuang untuk membayar utang mereka.

Antara 2008 dan 2021, China menghabiskan US$ 240 miliar atau setara Rp3.610 triliun untuk menyelamatkan 22 negara. Hal ini tercatat dalam laporan penelitian oleh para peneliti dari Bank Dunia, Harvard Kennedy School, Institut Kiel untuk Ekonomi Dunia dan laboratorium penelitian AidData yang berbasis di Amerika Serikat (AS).

Laporan studi yang diterbitkan Selasa (28/3/2023) itu menyebut negara-negara yang termasuk Argentina, Pakistan, Kenya, dan Turki itu "hampir secara eksklusif" menjadi debitur dalam proyek infrastruktur Belt and Road Initiative (BRI) milik Presiden China Xi Jinping.

Meskipun dana talangan China masih lebih kecil daripada yang diberikan oleh AS atau Dana Moneter Internasional (IMF), yang secara teratur memberikan pinjaman darurat ke negara-negara yang mengalami krisis, China telah menjadi pemain kunci bagi banyak negara berkembang.

"Kebangkitan Beijing sebagai pengelola krisis internasional tampak akrab: AS telah mengambil strategi serupa selama hampir satu abad, menawarkan dana talangan untuk negara-negara berutang tinggi seperti di Amerika Latin selama krisis utang tahun 1980-an," kata studi tersebut.

Namun ada juga perbedaannya. Studi tersebut menyebut pinjaman China jauh lebih rahasia, dengan sebagian besar operasi dan transaksinya disembunyikan dari pandangan publik. "Ini mencerminkan sistem keuangan dunia menjadi kurang terlembagakan, kurang transparan, dan lebih sedikit demi sedikit," jelas studi tersebut.

Bank sentral China juga tidak mengungkapkan data pinjaman atau perjanjian pertukaran mata uang dengan bank sentral asing lainnya; serta bank dan perusahaan milik negara China tidak mempublikasikan informasi terperinci tentang pinjaman mereka ke negara lain.

Tim peneliti malah mengandalkan laporan tahunan dan laporan keuangan negara lain yang memiliki perjanjian dengan bank China, laporan berita, siaran pers, dan dokumen lain untuk menyusun kumpulan data mereka.

"Diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengukur dampak pinjaman penyelamatan China - khususnya, jalur pertukaran besar yang dikelola oleh PBOC (People's Bank of China)," kata Brad Parks, salah satu penulis studi tersebut, dalam unggahan blog oleh AidData.

"Beijing telah menciptakan sistem global baru untuk pinjaman penyelamatan lintas batas, tetapi melakukannya dengan cara yang tidak jelas dan tidak terkoordinasi."

Pinjaman China dan Proyek BRI

Menurut laporan tersebut, pada 2010, kurang dari 5% dari portofolio pinjaman luar negeri China mendukung negara-negara yang berada dalam tekanan utang.

Pada 2022, angka itu telah melonjak hingga 60% - mencerminkan peningkatan operasi penyelamatan Beijing dan menjauh dari investasi infrastruktur yang menjadi ciri kampanye BRI di awal 2010-an. Sebagian besar pinjaman dilakukan dalam lima tahun terakhir penelitian, dari 2016 hingga 2021.

Dari total US$ 240 miliar pinjaman bailout, US$ 170 miliar berasal dari jaringan swap line PBOC, yang berarti perjanjian antara bank sentral untuk menukar mata uang. Sebanyak US$ 70 miliar lainnya dipinjamkan oleh bank dan perusahaan milik negara China, termasuk perusahaan minyak dan gas.

Proyek BRI pertama kali diluncurkan oleh Presiden Xi Jinping 2013. Proyek ini menggunakan kekuatan China dalam pembiayaan dan pembangunan infrastruktur guna membangun komunitas di seluruh Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Menurut Dewan Hubungan Luar Negeri, sebuah think-tank AS, pada Maret 2021, 139 negara telah menandatangani prakarsa tersebut, terhitung 40% dari PDB global. Adapun, menurut Kementerian Luar Negeri China, BRI telah mencapai hampir US$ 1 triliun dalam investasi negara tersebut.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Penampakan Raksasa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Cina


(luc/luc)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading