
126 Kapal Batu Bara Sempat Ditahan Berlayar, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebanyak 126 kapal batu bara sempat ditahan berlayar di pelabuhan dalam negeri. Hal ini terungkap dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Mahfud membeberkan bahwa dirinya bersama dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif berhasil bebaskan 126 kapal batu bara yang disandera.
Pada saat itu, Mahfud menceritakan, ada seorang pengusaha yang melaporkan bahwa kapalnya ditahan, padahal kapal tersebut harus dibawa ke Hongkong, dan jika pengusaha tersebut melanggar kontrak, maka akan rugi hingga puluhan miliar.
"Dia (pengusaha) lapor, kalau saya tidak diberi izin untuk membawa kapal ini maka dia akan tinggalkan kapal ini dan dia akan melapor bahwa kapalnya ditahan oleh pemerintah Indonesia. Lalu saya telepon Pak Arifin, ada kapal ditahan, kemudian Pak Arifin minta nomor kapalnya dan saya kirimkan," ujarnya dalam acara Sarasehan Kemenko Polhukam, dilansir dari laman resmi Kemenko Polhukam, dikutip Senin (27/3/2023).
"Sorenya orang yang lapor kepada saya datang dan mengucapkan terima kasih, ternyata bukan hanya kapal dia tapi ada 126 kapal lain yang juga ikut dilepas dan dimintai uang. Untung, Pak Arifin turun tangan dan situasi tahan menahan itu bagian dari mafia tambang administrasi di daerah," lanjut Mahfud.
Lantas, mengapa kapal batu bara bisa "disandera"? Apa yang menyebabkan hal itu terjadi?
Plh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno menjelaskan yang mempunyai kewenangan untuk menahan sebuah kapal biasanya adalah seorang Kepala Kantor Pelabuhan (Kakanpel).
"Yang mempunyai kewenangan menahan kapal adalah Kakanpel, atas dasar kelengkapan administrasi by sistem. Kalau untuk ekspor perusahaan memenuhi syarat sebagai berikut, pertama harus punya izin ekspor, kedua Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)," ujar Djoko kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/3/2023).
Menurut Djoko, apabila trader, maka mereka harus terdaftar sebagai jasa penunjang dan semua dikendalikan dengan e-sistem. Adapun saat kapal datang setidaknya harus mendaftar e-sistem ke Inaportnet terlebih dulu dengan mengisi kelengkapan kapal, surat sandar, dan izin gerak.
Sementara itu, sewaktu memuat batu bara ke kapal setidaknya mereka juga sudah memenuhi beberapa hal yang menjadi persyaratan. Pertama, sudah membayar E-PNBP. Kedua, Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan ketiga, mengundang surveyor (kepanjangan tangan pemerintah) untuk menerbitkan LHV (Laporan Hasil Verifikasi).
"Kemudian Surveyor mengirimkan dengan E-Sistem Laporan Survey ke Bea Cukai untuk dapat izin ekspor, dan dikirim dengan E-Sistem ke Kakanpel untuk memperoleh surat izin berlayar," katanya.
Kalau pun ada penahanan, menurutnya ada kecurigaan kelengkapan dokumen batu bara dari dokumen terbang yang dimainkan oleh oknum, seperti Surat Keterangan Asal Terbang (SKAB) dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang disewa dari perusahaan yang sah.
"Saat ini sudah ada e-sistem, tapi masih ada celah untuk dimainkan. Tergantung kecerdikan oknum yang ada," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kacau! Mahfud MD Bongkar 126 Kapal Batu Bara Pernah Disandera
