Terungkap! Bos OJK Buka-Bukaan Akar Runtuhnya Bank AS & Eropa

News - Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
29 March 2023 08:17
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam Economic Outlook 2023 dengan tema Foto: Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam Economic Outlook 2023 dengan tema

Bali, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, secara blak-blakan mengungkapkan 'akar' masalah runtuhnya bank-bank di Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang terjadi baru-baru ini.

Mahendra menjelaskan, di tengah pandemi Covid-19 atau sekira 2020-2021, perusahaan rintisan (startup) sektor teknologi memiliki kelebihan likuiditas di pasar modal, yang dihasilkan dari kebijakan bank sentral negara maju dalam kelonggaran suku bunga kebijakannya.

Di saat yang sama, berbagai insentif fiskal pemerintah di beberapa negara juga diberikan kepada para pelaku usaha, tak terkecuali kepada perusahaan rintisan.

Namun dalam 12 bulan terakhir, telah berubah secara dramatis, di mana suku bunga di negara maju, terutama di AS dan Eropa meningkat tajam. Kenaikan suku bunga tersebut sebagai upaya bank sentral menurunkan lonjakan harga, karena mulai pulihnya perekonomian masyarakat.

Investor pemula, yang semula memiliki modal atau likuiditas untuk menjalankan perusahaannya, kini tidak lagi tersedia. Sehingga, untuk menggaet pendanaan, startup teknologi digital, termasuk juga perusahaan financial technology (fintech) harus bersaing di pasar modal dengan lebih kompetitif.

Artinya, secara tidak langsung pandemi Covid-19 adalah akar dari masalah runtuhnya perusahaan rintisan dan perbankan saat ini. Situasi saat ini, sudah sangat jauh dari masa-masa keemasan startup, Hal ini yang menurut Mahendra perlu mereka hadapi secara serius.

"Mereka (startup) saat ini harus lebih prospektif dalam proporsi bisnis, mereka perlu meningkatkan GRC (tata kelola, risiko, dan kepatuhan), transparansi, dan tentu saja profitabilitas," ujar Mahendra dalam High Level Seminar From ASEAN to the World: Payment System in The Digital Era di Bali Nusa Dua Convention Center, Selasa (28/3/2023).

"Jadi sekarang, intinya jauh lebih penting dari sekedar valuasi prospek. Tidak seperti di masa lalu startup, ini realita baru yang harus mereka hadapi," jelas Mahendra lagi.

Di sisi lain, para lembaga jasa keuangan, termasuk perbankan, juga menghadapi kebimbangan untuk bisa memberikan penyaluran kredit terhadap startup, karena mereka juga dalam menghadapi ketidakpastian global, akibat suku bunga bank sentral yang tinggi.

Perbankan tidak bisa serta merta untuk menyalurkan kreditnya, karena mereka harus menyesuaikan kewajiban mereka dalam manajemen modal dan arus kas operasional.

"Bank dan perusahaan keuangan yang meminjamkan atau digunakan untuk meminjamkan uang ke sektor ini menghadapi risiko ketidakpastian, baik dari suku bunga, dan tenor dalam manajemen kewajiban aset," jelas Mahendra.

Hal itulah yang kemudian, kata Mahendra terjadi runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) di AS dan beberapa bank di Eropa.

"Seperti yang sudah kita lihat di dua minggu yang lalu atas ketidakcocokan, Silicon Valley Bank jatuh dan disusul dengan beberapa bank regional AS yang lain," ujarnya.

Meski tidak terdampak secara langsung, keruntuhan bank-bank AS ini diakuinya sebagai pembelajaran bagi OJK untuk harus lebih waspada dalam menyeimbangkan dan menavigasi prinsip dari perusahaan perbankan dan keuangan.

"Kita perlu meningkatkan aspek kehati-hatian dan tentunya dengan aspek regulasi dan pengawasan sektor terkait digital ini," ujarnya.

"Termasuk juga mendorong konsolidasi antara startup dan perusahaan investasi sehingga mereka memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap turbulensi dari perspektif investor," kata Mahendra lagi.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Banyak Bank di AS Kolaps, Bank-bank di ASEAN Aman?


(cap/cap)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading