Sri Mulyani Ungkap Oknum SB & DY, Pelaku Transaksi Triliunan

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
21 March 2023 12:47
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam Economic Outlook 2023 dengan tema
Foto: Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam Economic Outlook 2023 dengan tema "Menjaga Momentum Ekonomi di Tengah Ketidakpastian" di Hotel St. Regis, Jakarta, Selasa (28/2/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan soal 300 surat yang diterima dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Di mana, sebanyak 65 surat berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau perorangan, yang tidak bersinggungan dengan pegawai Kementerian Keuangan.

Namun ke-300 surat tersebut tetap dikirimkan ke Kemenkeu, karena berkaitan dengan transaksi ekonomi yang menyangkut transaksi para eksportir dan importir. Artinya transaksi ini bersangkutan dengan kepabeanan dan pajak.

"Berisi rekapitulasi data hasil analisa dan hasil pemeriksaan, serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi Kemenkeu pada 2009-2023. Lampiran itu daftar surat yang ada di situ 300 surat, dengan nilai transaksi Rp 349 triliun," jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani merinci, dari 300 surat dari PPATK tersebut, 65 surat mengenai transaksi perekonomian senilai Rp 253 triliun. Baik itu perdagangan, pergantian properti, yang ditengarai mencurigakan dan dikirimkan ke Kementerian Keuangan, untuk bisa ditindaklanjuti.

Kemudian 99 surat lainnya yang dikirim PPATK kepada aparat penegak hukum, dengan nilai transaksi Rp 74 triliun.

Selanjutnya, ada 135 surat dari PPATK menyangkut pegawai Kemenkeu, yang nilainya jauh lebih kecil dari nilai yang tidak menyangkut pegawai Kemenkeu. Namun, Sri Mulyani tidak merinci, berapa nilai transaksi mencurigakan yang melibatkan pegawai Kemenkeu.

Ada juga, surat yang paling menonjol yang dikirimkan PPATK yakni surat bernomor 205/TR.01.2020 yang dikirimkan pada 19 Mei 2020. Dalam surat ini menyatakan adanya transaksi mencurigakan sebesar Rp 189,273 triliun hanya dari satu surat.

"Dalam surat yang disampaikan oleh PPATK disebutkan terdapat 15 individu dan entitas perusahaan dan nama orang yang tersangkut Rp189,283 triliun dengan transaksi tahun 2017-2019," jelas Sri Mulyani.

Saat menerima surat ini, Menkeu menegaskan langsung menindaklanjuti dengan meneliti dan penyelidikan surat tersebut ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Berdasarkan hasil penyelidikan DJP dan DJBC, 15 perusahaan tersebut telah melakukan kegiatan ekspor, impor emas batangan dan emas perhiasan, serta kegiatan money changer dan kegiatan lainnya.

Sri Mulyani merinci, entitas impor emas batangan senilai Rp 326 miliar pada 2017, naik menjadi Rp 5,6 triliun pada 2018, dan pada 2019 turun drastis ke Rp 8 triliun. Sementara untuk ekspornya senilai Rp 4,7 triliun pada 2017, kemudian turun menjadi Rp 3,5 triliun pada 2018, dan turun menjadi Rp 3,6 triliun pada 2019.

"Pada saat yang sama, waktu Bea Cukai tidak ditemukan di Bea Cukai adanya kecurigaan, maka pajak masuk," jelas Sri Mulyani.

Di saat yang bersamaan, kata Sri Mulyani DJP juga menerima surat dari PPATK, dengan adanya nilai transaksi mencurigakan mencapai Rp 205 triliun. Sri Mulyani menyebut, dana sebesar itu berasal dari 17 perusahaan. Sehingga pajak pun melakukan penelitian dari sisi pajak untuk periode 2017-2019.

Inisial oknum-oknum yang terlibat pun disebutkan oleh Sri Mulyani. Adalah SB, yang di dalam data PPATK disebutkan memiliki omzet Rp 8,24 triliun. Sementara dari data dari SPT pajak mencapai Rp 9,68 triliun atau lebih besar di pajak dari yang diberikan PPATK.

"Karena orang ini memiliki saham dan perusahaan di PT BSI kita teliti PT BSI di dalam surat dari PPATK," jelas Sri Mulyani.

Setelah ditindaklanjuti, PT berinisial BSI tersebut, berdasarkan data PPATK menunjukkan adanya transaksi mencurigakan mencapai Rp11,77 triliun. Sementara SPT pajaknya menunjukkan terjadi pajak 2017-2019 sebesar Rp 11,5 triliun. Alhasil terdapat selisih Rp 212 miliar.

"Itupun tetap kami kejar, kalau memang ada bukti nyata maka si perusahaan itu harus bayar kewajibannya dengan denda 100%," ucapnya. Kemudian yang disoroti yakni inisial PT IKS 2018-2019, dimana PPATK tunjukan data Rp 4,8 triliun dan SPT nya menunjukkan Rp3,5 triliun.

Kemudian ada seorang namanya DY, yang SPT-nya hanya Rp 38 miliar, tapi data PPATK menunjukkan transaksi Rp 8 triliun. Perbedaan data ini kemudian dipakai oleh DJP memanggil yang bersangkutan,"tegasnya.

Meski demikian, Menkeu mengendus adanya modus yang digunakan SB dengan menggunakan nomor akun dari lima orang yang merupakan karyawannya. "Ini termasuk transaksi ini disebut money changer , anda bisa bayangkan money changer yakni cash in sudah cash out (transaksi) orang," jelas Sri Mulyani.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Bongkar Isi Surat PPATK Soal Transaksi Rp349 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular