
Macron Selamat dari Mosi Tidak Percaya, Prancis Kian Panas!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Prancis di bawah Presiden Emmanuel Macron selamat dari dua mosi tidak percaya di parlemen pada Senin (20/3/2023), tetapi masih menghadapi tekanan kuat atas kebijakan reformasi pensiun yang kontroversial.
Hasilnya segera memicu protes anti-pemerintah, dengan 101 orang ditangkap di Paris saja dalam ketegangan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan.
Sebelumnya, Perdana Menteri Elisabeth Borne membuat marah oposisi pekan lalu dengan mengumumkan pemerintah akan memberlakukan reformasi pensiun tanpa pemungutan suara parlemen. Hal tersebut memicu tuduhan perilaku anti-demokrasi.
Alhasil, oposisi mengajukan dua mosi tidak percaya pada pemerintah.
Majelis rendah Majelis Nasional dengan 577 kursi menolak mosi pertama yang diajukan oleh koalisi LIOT sentris dan didukung oleh sayap kiri dengan selisih hanya sembilan suara, jauh lebih sempit dari yang diharapkan.
Mosi yang diajukan oleh National Rally (RN) sayap kanan pun ditolak dengan hanya 94 suara yang mendukung.
Penolakan mosi berarti reformasi untuk menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 kini telah diadopsi oleh legislatif.
"Saya bertekad untuk terus melakukan transformasi yang diperlukan di negara kami dengan para menteri saya dan mencurahkan seluruh energi saya untuk memenuhi harapan sesama warga negara kami," kata Borne dalam sebuah pernyataan kepada AFP setelah pemungutan suara.
Demonstrasi Berlanjut
Penolakan mosi tidak percaya tersebut membuat protes lanjutanmeletus di pusat kota Paris pada Senin malam dengan pengunjuk rasa membakar tempat sampah dan bentrok dengan polisi yang menggunakan gas air mata untuk membersihkan beberapa daerah.
Adegan serupa dilaporkan di kota-kota Prancis lainnya termasuk Dijon dan Strasbourg di timur dan Rennes di barat.
Selain itu, telah terjadi pemogokan bergilir oleh pemulung di Paris, yang menyebabkan tumpukan sampah yang tidak sedap dipandang dan tidak higienis menumpuk di ibu kota Prancis.
Tokoh sayap kiri Jean-Luc Melenchon mengatakan orang "harus mengekspresikan diri mereka di mana saja dan dalam segala keadaan untuk memaksa penarikan reformasi".
![]() |
Orang dalam dan pengamat pemerintah telah menimbulkan kekhawatiran bahwa Prancis kembali menuju serangan protes anti-pemerintah yang kejam, hanya beberapa tahun setelah gerakan "Rompi Kuning" mengguncang negara itu dari 2018-2019.
Adapun, tidak jelas kapan Macron akhirnya akan memberikan komentar publik atas peristiwa tersebut, di tengah laporan bahwa dia sedang mempertimbangkan untuk menyampaikan pidato kenegaraan.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Serikat Pekerja Prancis Serukan Mogok Massal, Ada Apa Lagi?
