
Pemberantasan Penjual Baju Bekas Online Susah-susah Gampang!

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyedia platform belanja online (Marketplace) mengaku susah-susah gampang untuk melakukan pencabutan (takedown) terhadap produk pakaian bekas impor dari etalase daring para penjual.
Wakil Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan menyebut pihaknya tidak bisa sembarang melakukan takedown. Sebab, proses takedown sendiri dilakukan dengan cara memasukkan kata kunci (keyword), yang mana dikhawatirkan kata kunci tersebut juga bisa memblokir barang impor yang tidak dilarang untuk dijual.
"Mungkin dalam waktu dekat bisa langsung di-takedown. Sebab kalau misalnya kita bikin keyword, terus ada keyword kata-kata impor, nanti (dikhawatirkan) ada barang impor lain yang seharusnya boleh, jadi gak bisa dijual," kata Budi di kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM), Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Namun, dalam upayanya membantu pemerintah memberantas pakaian bekas impor, ia akan terus berkomunikasi dan bersosialisasi dengan para penjual bahwa pakaian bekas impor merupakan barang yang dilarang untuk diperjualbelikan.
"Kami minta kepada anggota untuk komunikasi ke seller. Cuma memang istilah thrifting kan istilah umum ya. Nggak semua barang thrifting itu barang impor, kan ada istilah lain seperti preloved dan lainnya. Tapi memang kalau dibilang baju bekas agak gak enak ya, makanya istilahnya thrifting. Jadi ini memang kami gak bisa semata mata takedown produk jika hanya dengan kata-kata thrifting," ujarnya.
![]() Sejumlah warga memilih pakaian bekas impor atau thrifting di lantai 3, Pasar Senen Blok III, Jakarta Kamis (16/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo) |
Hal senada juga disampaikan Public Policy and Government Relations TikTok Marsheilla Pandji. Dia mengatakan, terdapat tantangan dalam melakukan proses takedown, salah satunya perlu dengan sangat cermat dalam mengidentifikasi keyword yang digunakan oleh para penjual.
"Kami melakukan identifikasi melalui keywords, misal 'bekas' atau 'second, dan lain-lain. Tapi ini jadi tantangan karena ada beberapa hal, satu, belum tentu penjual itu merefleksikan jual produknya adalah barang bekas. Artinya model yang kami miliki tidak terdeteksi," terang Marsheilla dalam kesempatan yang sama.
Sementara itu, jika berbicara terkait keyword atau kata kunci, Marsheilla menyebut, akan ada banyak variasi yang muncul. Sebab, menurutnya, para penjual atau pengguna TikTok itu sendiri sangat kreatif dalam memilih dan menggunakan kata pengganti dari pakaian bekas impor, sehingga hal itu sering menyebabkan pihak marketplace menjadi kebobolan.
"Kalau bicara soal keywords, akan ada banyak variasi yang muncul, entah itu keywords yang lain kan seller atau pengguna kreatif bagaimana mereka menggunakan kata-kata tertentu untuk mencoba lolos dari verifikator," sebutnya.
Selain itu, Marsheilla mengatakan, pihaknya tidak memiliki akses atau kewenangan untuk mengecek source dari para penggunanya. "Artinya, (pihak dia) memiliki keterbatasan untuk tahu apakah ini ternyata barangnya impor, reseller, dan sebagainya," lanjutnya.
(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Seram! Baju Bekas Impor Membanjiri RI, Waspadai Penyakit Ini