Peneliti Asing Bongkar Misteri soal Pesugihan, Ini Faktanya

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Sabtu, 04/03/2023 07:30 WIB
Foto: Ilustrasi Orang Terkaya (Freepik / Sergejs Rahunoks)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pesugihan menjadi hal yang tak asing di telinga masyarakat Indonesia. Keinginan menjadi sukses dan hidup berkecukupan alasan bagi mereka yang menjalankan dengan cara yang tidak baik.

Padahal, ada cara yang lebih baik untuk mencari jalan kesuksesan, yaitu rela banting tulang untuk meraih itu semua. Caranya juga beragam, ada yang kerja lembur dan investasi.

Pesugihan dapat diartikan sebagai upaya mendapat kekayaan dengan melakukan perjanjian bersama makhluk gaib. Cara ini tidak hanya ada di Indonesia, melainkan juga terjadi di berbagai belahan dunia lain.


Antropolog Australia Michael Taussig dalam The Devil and Commodity Fetishism in South America (1970) melakukan penelitian panjang tentang hal ini ketika mengunjungi Amerika Selatan, tepatnya di Kolombia dan Bolivia. Taussig melihat fenomena pesugihan (dalam teks Taussig menyebutnya sebagai persekutuan dengan setan) di dua wilayah tersebut.

Di perkebunan Kolumbia, Taussig mendengar mitos kalau para petani melakukan hal gaib untuk meningkatkan hasil panen. Yakni dengan melakukan pesugihan dan menjadi budak setan. Keduanya punya kontrak khusus.

Apabila petani mendapat untung maka harus dialihkan untuk kegiatan konsumerisme seperti belanja barang-barang mewah. Jika dilanggar, maka mereka akan meninggal tiba-tiba.

Taussig tentu tidak percaya atas hal ini, tetapi sebagai antropolog dia harus menemukan jawabannya. Singkat cerita, dia berhasil membongkar misteri pesugihan dengan memberikan perspektif berbeda.

Perlu diketahui, mayoritas para ahli mengungkap fenomena seperti ini didasarkan oleh kecemburuan. Singkatnya, para petani yang miskin sebetulnya iri terhadap orang yang dapat harta mendadak. Jadi, mereka menuduh para orang kaya baru bersekutu dengan setan. Dan ini sebetulnya logis.

Pendapat serupa juga pernah diungkap sejarawan Christopher Reinhart kepada CNBC Indonesia saat dimintai keterangan tentang asal-usul babi ngepet pada Kamis (23/2/2023).

Katanya, "babi ngepet yang muncul sejak masa tanam paksa (1830-1870) lahir sebagai reaksi terkejutnya para petani melihat orang kaya baru. Alhasil mereka menuduh orang kaya tersebut dapat harta dari hasil kerja sama setan."

Dalam tulisan berbeda berjudul "The Ghost in the Machine" (2018) di Jacobin, Taussig memaparkan mitos itu muncul sebagai upaya kritik para pekerja atas suburnya kapitalisme. Bagi mereka, kapitalisme membuat orang tercerai-berai dari tanah leluhur karena berhasil memusnahkan praktik ekonomi tradisional.

"Cerita pesugihan diproduksi untuk memahami keterasingan mereka [..] dan sebagai tanggapan atas gangguan sosial besar-besaran yang ditimbulkan atas kemunculan akumulasi modal swasta," katanya

Lantas, pada titik inilah cerita imajinatif muncul di masyarakat kalau orang kaya tersebut bersekutu dengan setan. Cerita itu sebetulnya memiliki pesan mitigasi agar para petani tidak menjadi kaya dan tetap bertahan dengan sistem ekonomi tradisional.

Bisa dikatakan, balutan bahwa mereka akan mati karena gagal meneken kontrak dengan setan murni untuk menakut-nakuti saja. Agar mereka menjauh dari kapitalisme yang jahat.

Kapitalisme sendiri dipandang sebagai setan atau iblis karena sama-sama menimbulkan ketakutan. Jika setan menimbulkan ketakutan terhadap imajinasi manusia, maka kapitalisme menimbulkan ketakutan akan tindakan eksploitasi.

Berkat riset ini, Taussig kemudian diganjar penghargaan bergengsi seperti Berlin Prize dan Guggenheim Fellowship.

Dengan temuan Taussig kita mengetahui kalau narasi pesugihan, babi ngepet, atau tuyul yang lazim diproduksi di Indonesia adalah cerita imajinatif belaka. Dan bisa ditarik kesimpulan kalau kekuatan supranatural sebagai cara meraih kekayaan biasanya tumbuh subur ketika kapitalisme muncul di suatu wilayah.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: KEK Jadi Kunci Pertumbuhan, Aturan Harus Ikuti Potensi Daerah