Agar Udang Lokal Tembus Global, Pengusaha Butuh Insentif Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Sekjen Forum Udang Indonesia, Coco Kokarkin mengungkapkan, industri udang lokal membutuhkan insentif untuk meningkatkan daya saing serta menembus pasar global. Kemudahan perizinan dan kepastian hukum juga diperlukan untuk pengembangan usaha.
Dengan begitu, budidaya udang bisa berfokus untuk mengejar produksi tinggi dengan margin kecil. Cara ini bisa dilakukan dengan waktu pemeliharaan singkat, dan peningkatan panen hingga 5 kali dalam satu tahun.
"Contoh untuk udang 25 gram bisa 30 ton per hektar sekali produksi, dan produksi 2 kali setahun. Sehingga satu tahun 60 ton. Ini akan kalah dengan udang yang harga sedikit lebih murah, misal 10 gram tapi produksi 5 kali setahun, jadi kami hasilkan 150 ton ketimbang 60 ton. Kita mudah memasarkan dengan biaya rendah, sehingga bisa menang (di pasar global)," ujarnya dalam Food Agri Outlook, Selasa (21/2/2023).
Selain itu, dia menilai pemerintah juga bisa meniru peraturan yang dilakukan oleh negara pesaing, seperti Ekuador, India, dan Vietnam. Misalnya saja, memilih benih udang yang tahan penyakit dibandingkan yang tumbuh cepat, Dengan begitu, hasil produksi udang bisa lebih tahan penyakit dan menghindari gagal panen.
"Peraturan apa yang mereka lakukan, tiru saja kemudahan yang mereka lakukan, kalau bisa bagus," jelasnya.
Untuk diketahui, masifnya produksi udang Ekuador membuat ekspor Indonesia ke Amerika Serikat 'terhalang'. Sementara Vietnam kini juga mulai dilirik dunia karena harganya lebih bersaing.
Selain masalah regulasi, pengusaha udang pun harus menghadapi transportasi dan energi yang mahal. Hal ini membuat harga udang asal Indonesia mahal, karena biaya produksi tinggi.
"Harga udang kita termasuk mahal di dunia, kemudian irigasi belum berpihak pada tambak tradisional. Padahal potensinya luar biasa dan lebih luas dibandingkan Ekuador," kata Coco.
Pihak asosiasi pun mengharapkan adanya revisi Peraturan Menteri 51 tahun 2021 tentang 'Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar'. Dia menilai revisi peraturan dibutuhkan agar udang Indonesia juga bisa lebih diminati dan bersaing pasar global.
"Kemudian bagi kami juga sebaiknya memang sebaiknya kita sudah lakukan masukan revisi Peraturan Menteri 51 tahun 2021 melalui masukan pengusaha. Kalau bisa tercapai, bisa lebih memudahkan," pungkasnya.
(rah/rah)