Kritik Keras Subsidi Kendaraan Listrik: Apa Harus Sekarang?

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
20 February 2023 07:40
G20 juga menjadi wujud komitmen dalam green energy Pemerintah Indonesia dengan menyiapkan kendaraan listrik, baik bagi para Pemimpin, delegasi resmi, maupun jurnalis, untuk berkegiatan di kawasan Nusa Dua. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: G20 juga menjadi wujud komitmen dalam green energy Pemerintah Indonesia dengan menyiapkan kendaraan listrik, baik bagi para Pemimpin, delegasi resmi, maupun jurnalis, untuk berkegiatan di kawasan Nusa Dua. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo makin serius merealisasikan kebijakan pemberian insentif kendaraan listrik. Namun, sejumlah ekonom mengkritisi kebijakan tersebut karena khawatir menyedot anggaran namun tidak memberikan kebaikan bagi masyarakat luas.

Presiden Jokowi mengatakan, insentif itu kini masih dalam tahap pengkajian dan penghitungan di Kementerian Keuangan. Namun, ia memastikan yang akan diberikan terlebih dahulu adalah insentif untuk pembelian motor listrik sebab pembelian mobil listrik antreannya masih panjang.

Salah satu ekonom yang menyoroti insentif itu adalah Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia (Core) Mohammad Faisal. Ia mengatakan, perlunya mengawasi setiap insentif yang digelontorkan pemerintah dengan mencermati dasar perhitungan untung dan ruginya terhadap keuangan negara, baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.

"Antara manfaat dibanding ongkosnya, karena setiap ada insentif itu adalah spending dari sudut pandang pemerintah, biaya, karena ada penerimaan pemerintah yang dialokasikan untuk insentif," kata dia kepada CNBC Indonesia seperti dikutip Senin (20/2/2023).

Dalam jangka pendek, ia berpendapat, yang harus dicermati dari sisi urgensinya, sedangkan untuk jangka menengah dan panjang dari sisi tercakup tidaknya ke dalam program prioritas pemerintah. Bagi Faisal, insentif kendaraan listrik tidak tergolong insentif yang urgen.

"Insentif kendaraan listrik tidak memenuhi jangka pendek dari sisi urgensinya, tapi ada prioritas yang ingin didorong pemerintah dalam jangka menengah dan panjang. Katakan untuk mendorong industri kendaraan listrik supaya kita menjadi pemain global dan berorientasi ekspor," tuturnya.

Bila dari sisi urgensi jangka pendek insentif kendaraan listrik tidak termasuk, karena tidak adanya faktor mendesak di dalamnya seperti insentif yang digelontorkan saat masa pandemi Covid-19, maka yang harus dicermati masyarakat menurut Faisal adalah besaran insentif yang diberikan, apakah sesuai kebutuhan orang banyak atau tidak.

Ia mencontohkan, besaran insentif kendaraan listrik yang nantinya digelontorkan pemerintah harus disandingkan dengan insentif lainnya yang diperuntukkan untuk masyarakat luas atau pengusaha kelas menengah ke bawah, seperti insentif untuk mendorong bisnis UMKM. Sebab, kendaraan listrik cenderung diproduksi dan dikonsumsi kelas menengah ke atas atau orang mampu.

"Kalau misalkan semuanya ada insentifnya apakah insentif kendaraan listrik harus sebesar itu, atau lebih besar ketimbang UMKM? Ini harus ada justifikasinya dari pemerintah supaya menghindari kebijakan fiskalnya yang sarat motif politik," ungkapnya.

Sementara itu, Ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri mengingatkan, pemberian insentif kendaraan listrik juga harus dikawal supaya tidak berujung pada semakin minimnya insentif untuk masyarakat menggunakan kendaraan umum. Misalnya wacana penghilangan separuh subsidi tarif KRL, sehingga tarifnya akan ada kenaikan.

"Yang bikin kita miris, waktu yang bersamaan subsidi penumpang KRL akan dipotong 50%. PSO (public service obligation) untuk dua koma sekian triliun akan dipotong jadi satu koma sekian triliun," tutur Faisal.

Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal pun sebenarnya telah menjelaskan rencana kenaikan tarif KRL ini supaya subsidi yang gelontorkan pemerintah lebih tepat sasaran. Subsidi PSO menurutnya diberikan kepada pengguna jasa KRL yang layak mendapatkan subsidi atau tidak mampu sedangkan yang mampu membeli tiket tarif normal.

Kendati begitu, Faisal menekankan, insentif untuk kendaraan listrik apapun ceritanya pada akhirnya diberikan untuk kendaraan pribadi. Padahal, untuk memperbaiki tata kelola transportasi di Tanah Air, yang perlu didukung APBN menurutnya adalah kendaraan umum, supaya lebih terjangkau bagi masyarakat dan menjadi pilihan utama saat berpergian.

"Inikan kendaraan pribadi (insentif mobil dan motor listrik), masih banyak yang jauh masalahnya. Misalnya seluruh kendaraan listrik untuk umum, bus, truk, atau yang ramah lingkungan, pesawat yang pakai minyak jelanta seluruhnya bebas pajak, itu kita enggak keberatan karena public goods," ungkapnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banggar DPR Buka-bukaan Soal Subsidi Mobil Listrik Rp80 Juta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular