Pengalihan PLTU PLN ke PTBA Ternyata Masih Terganjal Isu Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pengalihan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhan Ratu berkapasitas 3x350 Mega Watt (MW) milik PT PLN (Persero) ke PT Bukit Asam Tbk (PTBA) hingga kini tak kunjung terealisasi. Hal tersebut lantaran kedua belah pihak rupanya masih menunggu regulasi baru.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PT PLN (Persero) Evy Haryadi mengatakan pihaknya bersama PTBA masih menjalani proses uji tuntas alias due diligence terkait rencana akuisisi PLTU tersebut. Ditambah, diperlukan regulasi baru yang mendukung agar proses alih kelola berjalan dengan baik.
"Itu nanti harus ada regulasi yang mendukung ya," kata Evy saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, dikutip Jumat (17/2/2023).
Regulasi baru yang dimaksud di antaranya memasukkan aturan mengenai mekanisme carbon credit, tambahan dukungan fiskal dari pemerintah hingga masuknya program Just Energy Transition Partnership (JETP) dalam proses alih kelola pembangkit tersebut.
"Kalau memungkinkan kita dapat pendanaan dari ini karena kan kuncinya itu bisa jalan kita dapat pendanaan murah, kalau kita tidak dapat pendanaan murah ini masih ada challenge," katanya.
Seperti diketahui, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT PLN (Persero) telah menandatangani kesepakatan kerangka kerja atau Principle Framework Agreement untuk mengakhiri lebih awal (early retirement) PLTU Pelabuhan Ratu berkapasitas 3 x 350 Mega Watt (MW).
Kesepakatan ini ditandatangani pada saat rangkaian acara State-Owned Enterprises (SOE) International Conference di Nusa Dua Bali, Selasa (18/10/2022) lalu.
Dengan demikian, PLTU Pelabuhan Ratu yang semula dikelola PLN, nantinya akan dialihkan ke PTBA, namun kemudian akan dipensiunkan lebih cepat masa operasinya. Semula PLTU ini direncanakan beroperasi selama 24 tahun, namun setelah pengalihan ini masa operasional pembangkit dipangkas menjadi hanya 15 tahun.
Penandatanganan kerja sama tersebut disaksikan langsung oleh Wakil Menteri BUMN I, Pahala Mansury beserta Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo dan juga Direktur Utama PTBA Arsal Ismail.
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail sempat mengatakan, pengambilalihan PLTU Pelabuhan Ratu milik PT PLN (Persero) akan terjadi pada kuartal I 2023.
Dia menjelaskan, hingga akhir 2022 lalu rencana pengambilalihan PLTU ini masih berproses secara rinci, termasuk juga masalah regulasinya.
"Regulasi masih berhubungan dengan pihak-pihak terkait, kuartal I tahun depan akan ada kejelasan," ungkap Arsal di Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Arsal menjelaskan usai MoU, PTBA dan PLN akan melakukan proses due diligence (uji tuntas) untuk program early retirement PLTU tersebut. Oleh karena itu pula, nilai transaksi antara PTBA dan PLN belum bisa diketahui, karena masih berproses.
Arsal membeberkan dengan adanya program pengakhiran lebih awal, masa operasional PLTU Pelabuhan Ratu akan terpangkas dari 24 tahun menjadi 15 tahun. Penurunan masa operasional tersebut akan dibarengi oleh potensi pemangkasan emisi karbondioksida (CO2) ekuivalen sebesar 51 juta ton atau setara Rp 220 miliar.
Keikutsertaan PTBA dalam rencana early retirement PLTU Pelabuhan Ratu ini didasari oleh beberapa pertimbangan strategis. PLTU Pelabuhan Ratu merupakan tulang punggung pasokan listrik di wilayah bagian selatan Pulau Jawa.
Berdasarkan lokasi geografis, tata kelola PLTU Pelabuhan Ratu relatif lebih mudah diintegrasikan dengan sistem rantai pasok PTBA. Kebutuhan batu bara PLTU Pelabuhan Ratu sebanyak 4,5 juta ton per tahun atau 67,5 juta ton selama 15 tahun. Hal tersebut selaras dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) untuk pemanfaatan cadangan batu bara PTBA.
Dengan teknologi dan sistem pendukung terbaik, PLTU ini mampu memberi jaminan keandalan optimal. Kinerja PLTU efisien, sehingga berpotensi meningkatkan nilai tambah dari nilai keekonomian batu bara sebagai bahan baku. Potensi tambahan pendapatan dari penjualan listrik sebesar Rp 6 triliun per tahun.
(wia)