
Terkuak! Ternyata Ini Alasan WTO 'Kalahkan' RI Soal Nikel

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sudah resmi dinyatakan kalah dalam panel akhir Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait gugatan Uni Eropa atas kebijakan RI melarang ekspor bijih nikel sejak 2020 lalu.
Kekalahan ini tertuang dalam hasil putusan panel WTO yang dicatat dalam sengketa DS 592. Adapun final panel report tersebut sudah keluar pada tanggal 17 Oktober 2022.
Lantas, apa yang membuat WTO akhirnya memenangkan gugatan Uni Eropa tersebut?
Ternyata, ada beberapa alasan WTO memenangkan gugatan Uni Eropa yang pada akhirnya membuat RI kalah dalam pertarungan pertama ini. Salah satu alasannya ternyata yaitu WTO menilai industri hilir di Indonesia dianggap belum matang.
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan mengungkapkan hal tersebut menjadi salah satu alasan yang dikemukakan dalam panel di tingkat pertama.
WTO menyebut suatu negara yang melarang ekspor secara total suatu komoditas, maka industri di negara itu yang ditopang oleh komoditas tersebut harus benar-benar berkembang terlebih dulu.
"Jadi misalnya ada krisis suatu komoditas, kemudian industri domestik negara tersebut sudah matang, kalau misal dilakukan larangan ekspor itu diberikan dinyatakan sah dengan WTO. Ini dikatakan oleh WTO bahwa industri besi kita, besi kita itu by product dari nikel itu adalah besi, besi itu di Indonesia belum berkembang, jadi belum matang," kata dia dalam Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Kamis (16/2/2023).
Meski demikian, pemerintah juga telah mempersiapkan argumentasi bahwa saat ini Indonesia memang sedang dalam tahap menggenjot industri hilirisasi di dalam negeri, terutama hilirisasi mineral mentah nikel.
"Nikel sudah growing, kita sudah ada puluhan smelter yang mengolah nikel tersebut, itu argumentasi kita. Jadi, kita akan di situ dan nanti di tahun 2024 atau 2025 ketika sidang banding mulai, kita sudah banyak smelter dan industri kita lebih matang," katanya.
Bara mengatakan, RI sudah resmi mengajukan banding atas kekalahan gugatan pertama ini pada Desember 2022 lalu. Namun, proses banding RI terkait kekalahan pertama sengketa nikel di WTO ini kemungkinan baru bisa berjalan pada 2024 mendatang. Ini terjadi lantaran adanya blokade pemilihan Badan Banding oleh salah satu Anggota WTO, yakni Amerika Serikat (AS).
AS menilai perlu adanya reformasi besar-besaran yang harus dilakukan di WTO. Dengan demikian, selama reformasi di WTO belum dilakukan, maka Amerika tidak akan memberikan persetujuan terhadap pembentukan panel banding.
"Kita sudah berkonsultasi dengan pengacara kita yang berbasis di Jenewa dan diperkirakan itu kemungkinan secara realistis panel itu baru terbentuk tahun 2024," katanya.
Di samping itu, menurut Bara pemerintah juga masih harus menunggu antrian untuk berproses di Badan Banding WTO. Dampaknya, proses banding diperkirakan memakan waktu yang cukup lama.
"Jadi begitu panel terbentuk ada juga ada antrian ya kasus kasus yang harus di disidangkan di panel tersebut. Nah kita tuh masih masih nomor 23-24. Jadi selama belum ada keputusan dari panel tersebut kita bisa terus meneruskan kebijakan kita ini soal pengembangan industri hilirisasi ini," katanya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Berani! Jokowi Serang Balik Eropa di WTO, Ini Updatenya..
