Terbongkar! Ini Alasan di Balik WTO Kalahkan RI Soal Nikel

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
17 February 2023 09:52
A red pedestrian trafic light is seen next to the entrance of the headquarters of the World Trade Organization (WTO) on December 10, 2019 in Geneva. - WTO announced the launch of
Foto: WTO (Photo by FABRICE COFFRINI/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia telah kalah di World Trade Organization (WTO) atas gugatan larangan ekspor nikel oleh Uni Eropa. Rupanya, hal tersebut terjadi lantaran industri hilir di Indonesia dianggap belum matang.

Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan menyampaikan hal tersebut menjadi salah satu alasan yang dikemukakan dalam panel di tingkat pertama.

WTO menilai suatu negara yang melarang ekspor secara total suatu komoditas, maka industri di negara yang ditopang oleh komoditas tersebut harus benar-benar berkembang terlebih dahulu. Sementara industri hilir nikel yakni besi di Indonesia dinilai masih belum berkembang.

"Jadi misalnya ada krisis suatu komoditas kemudian industri domestik negara tersebut sudah matang, kalau misal dilakukan larangan ekspor itu diberikan dinyatakan sah dengan WTO. Ini dikatakan oleh WTO bahwa industri besi kita, besi kita itu by product dari nikel itu adalah besi, besi itu di Indonesia belum berkembang, jadi belum matang," paparnya dalam Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Kamis (16/2/2023).

Meski begitu, pemerintah telah mengajukan banding pada Desember 2022 lalu dan mempersiapkan argumentasinya sendiri, yakni bahwa saat ini Indonesia memang sedang dalam tahap menggenjot industri hilirisasi di dalam negeri, terutama hilirisasi mineral mentah seperti nikel.

"Nikel sudah growing kita sudah ada puluhan smelter yang mengolah nikel tersebut, itu argumentasi kita jadi kita akan di situ dan nanti di tahun 2024 atau 2025 ketika sidang banding mulai kita sudah banyak smelter dan industri kita lebih matang," katanya.

Untuk diketahui, Bara mengatakan pengajuan banding RI terkait nikel kemungkinan baru bisa berjalan pada tahun 2024 mendatang. Ini terjadi lantaran adanya blokade pemilihan Badan Banding oleh salah satu Anggota WTO yakni Amerika Serikat (AS).

AS menilai perlu adanya reformasi besar-besaran yang harus dilakukan di WTO. Dengan demikian, selama reformasi di WTO belum dilakukan, maka Amerika tidak akan memberikan persetujuan terhadap pembentukan panel banding.

"Kita sudah berkonsultasi dengan pengacara kita yang berbasis di Jenewa dan diperkirakan itu kemungkinan secara realistis panel itu baru terbentuk tahun 2024," katanya.

Di samping itu, menurut Bara pemerintah juga masih harus menunggu antrian untuk berproses di Badan Banding WTO, sehingga proses banding memang membutuhkan waktu yang cukup lama.

"Jadi begitu panel terbentuk ada juga ada antrian ya kasus kasus yang harus di disidangkan di panel tersebut. Nah kita tuh masih masih nomor 23-24. Jadi selama belum ada keputusan dari panel tersebut kita bisa terus meneruskan kebijakan kita ini soal pengembangan industri hilirisasi ini," katanya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cerita Jokowi, Penyebab RI Ketiban Durian Runtuh Rp 360 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular