
Sudah di Presiden, Ini Kriteria Terbaru Mobil Isi Pertalite

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah mengajukan izin prakarsa kepada Kementerian Sekretariat Negara atas revisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Selanjutnya, usulan terbaru atas revisi Perpres ini tinggal menunggu persetujuan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Perpres No. 191/2014 itu baru berisi aturan perihal konsumen yang berhak mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, khususnya Solar subsidi dan minyak tanah (kerosene). Sementara untuk konsumen kendaraan yang mengisi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yakni Pertalite (RON 90) belum diatur dalam Perpres ini.
Oleh karena itu, revisi Perpres No. 191/2014 juga akan memasukkan kriteria kendaraan yang berhak mengisi BBM Pertalite, sehingga subsidi BBM bisa tersalurkan menjadi lebih tepat sasaran sesuai pada penerima yang berhak.
Bagaimana pun, pemerintah masih memberikan kompensasi atas penjualan BBM Pertalite kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pertamina (Persero). Kompensasi diberikan bila harga jual BBM ke masyarakat masih lebih rendah dibandingkan harga keekonomiannya.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, baru-baru ini.
"Pemerintah, Menteri BUMN sudah menyerahkan (izin prakarsa), sudah menyerahkan kembali ke Mensesneg kan. Kita mengusulkan, kita (Kementerian ESDM) yang mengusulkan jadi izin prakarsa," ungkap Tutuka saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Adapun, lampiran revisi Perpres 191/2014 yang diusulkan oleh Kementerian ESDM yaitu usulan kriteria konsumen BBM Pertalite yang sebelumnya belum pernah diatur dalam Perpres ini.
Tutuka menyebutkan, berdasarkan usulan pihaknya, konsumen yang bisa menggunakan JBKP atau BBM Pertalite (RON 90) yaitu industri kecil, usaha pertanian, usaha perikanan, transportasi, dan pelayanan umum. Usulan kriteria ini lah yang akan dimasukkan ke dalam Revisi Perpres No.191 tahun 2014 ini.
"Selain JBT kerosene dan minyak Solar, pada usulan perubahan lampiran Perpres 191 ada tambahan komoditas JBKP atau bensin RON 90 di mana sektor konsumen penggunanya meliputi industri kecil, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi, dan pelayanan umum," jelasnya.
Adapun untuk jenis minyak tanah, konsumen yang berhak yaitu rumah tangga, usaha mikro, dan usaha perikanan, tidak ada perubahan dari yang sudah diatur dalam Perpres tersebut.
"Untuk JBT kerosene atau minyak tanah meliputi rumah tangga, usaha mikro, dan usaha perikanan," ungkapnya.
Sementara untuk jenis JBT Solar subsidi, Kementerian ESDM mengusulkan BBM subsidi ini bisa digunakan oleh sektor industri kecil, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi darat, transportasi laut, transportasi perkeretaapian, dan pelayanan umum.
Usulan konsumen yang berhak mengisi Solar subsidi tersebut ada tambahan bila dibandingkan yang sudah diatur dalam Perpres 191/2014. Pada Perpres 191/2014, konsumen yang berhak mengisi Solar subsidi antara lain usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi, dan pelayanan umum.
Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak Dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan bahwa sampai pada saat ini, pemberlakuan pengaturan pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti BBM RON 90 atau Pertalite masih sesuai dengan rencana.
Dalam artian, kendaraan yang akan dilarang menggunakan BBM Pertalite merupakan kendaraan-kendaraan mewah dengan spesifikasi atau kriteria tertentu seperti di atas 1.400 cubicle centimeter (CC).
Anggota BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan kriteria mobil yang dapat mengisi Pertalite masih mengacu pada rencana awal. Di mana spesifikasi mobil yang dilarang untuk menenggak Pertalite menyasar pada mesin di atas 1.400 CC.
"Yang saya tahu sampai titik ini masih (1.400 cc). Misal kalau diberlakukan pembatasan CC studi kita kan menunjukkan 1.400 cc dari itu demand kan bisa dikendalikan kita ada hitung-hitungan. Sementara yang kami lakukan berdasarkan itu," kata Saleh saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (3/2/2023).
Tahapan Revisi Perpres No.191/2014
Tutuka turut menjabarkan perkembangan usulan revisi Perpres No. 191/2014 yang sebelumnya merupakan usulan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Saat ini menurutnya Kementerian BUMN tidak melanjutkan izin prakarsanya dan dilanjutkan oleh Kementerian ESDM.
Tutuka menjabarkan detail proses pengajuan usulan revisi Perpres No. 191/2014 sebagai berikut:
29 Juni 2022 : Persetujuan izin prakarsa kepada Kementerian BUMN.
20 Juli, 25 Juli, dan 1 Agustus 2022 : Rapat panitia antar Kementerian (PAK).
12 Desember 2022 : Menteri BUMN mengajukan permohonan tidak melanjutkan izin prakarsa kepada Mensesneg.
26 Desember 2022 : Terbit surat setneg ke Kementerian ESDM meminta hasil kajian komprehensif Perpres No. 191/2014 untuk dilaporkan kepada presiden RI.
10 Januari 2023 : permohonan izin prakarsa termasuk kajian oleh ESDM ke Presiden RI.
31 Januari 2023 : Rapat klarifikasi Kemensesneg atas izin prakarsa.
14 Februari 2023 : Belum ada izin prakarsa ke Kementerian ESDM.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Opsi Baru Pembatasan BBM Pertalite Muncul, Ini Kata ESDM
