Pantas Migas RI Lesu, Kalah Saing Sama Negara Tetangga

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Senin, 13/02/2023 13:40 WIB
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dinilai sulit menarik investor kelas kakap untuk menaruh modalnya di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) di dalam negeri. Padahal, baru-baru ini Indonesia menemukan potensi minyak yang terhitung besar di bagian timur, tepatnya Blok Warim di Papua dan Blok Seram di Maluku.

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal menilai Indonesia masih kalah dalam memberikan insentif yang menggiurkan untuk menarik investor masuk ke dalam negeri. Dia mengatakan, negara lain lebih bisa menarik investor untuk masuk berinvestasi di sektor hulu migasnya.

"Saya lihat pemerintah itu sekarang sudah cukup fleksibel memberikan insentif-insentif dan dari terms and conditions dari kontrak juga cukup fleksibel. Cuma kita ini bersaing dengan negara-negara luar, mereka juga butuh mencari investor, mereka juga menggelontorkan insentif-insentif yang mungkin bisa saja lebih menarik dari kita," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program 'Energy Corner', Senin (13/2/2023).


Moshe mengatakan, negara yang menawarkan insentif yang lebih menguntungkan bagi investor itu mungkin saja memiliki cadangan minyak yang tidak sebanyak Indonesia. Namun, karena insentif yang lebih menguntungkan, Indonesia bisa kehilangan investor potensial dalam menggarap minyak mentah dalam negeri.

"Cadangannya mungkin tidak sebesar kita, tapi yang kemudahan-kemudahan yang mereka berikan mungkin lebih menarik dari kita. Itu yang kita harus selalu mengejar," tegas Moshe.

Menurutnya, Indonesia memang memiliki potensi yang besar di sektor hulu minyak. Namun, potensi tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan menarik investor besar yang berminat dalam menggarap potensi minyak di Indonesia.

"Memang potensi (minyak) Indonesia sangat besar, namun kalau tidak dilaksanakan, tidak dikerjakan, percuma saja, potensi hanya sekedar potensi. Nah, bagaimana kita memonetisasi, bagaimana yang tadinya hanya sekedar potensi bisa menjadi sesuatu yang sudah pasti dan akan diproduksikan dan akhirnya dimonetisasi melalui skema produksi. Itu yang harus kita genjot," tuturnya.

Di lain sisi, Praktisi Migas Hadi Ismoyo juga angkat suara perihal iklim investasi hulu minyak di Indonesia. Menurutnya, Indonesia sudah bagus dalam menawarkan insentif kepada investor.

Namun Hadi menilai, perlu ada perbaikan insentif dari sisi pajak yang mana nantinya mungkin bisa lebih menarik investor untuk berinvestasi minyak dalam negeri. Pasalnya, iklim investasi di luar negeri tampaknya lebih menggiurkan dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh Indonesia.

"Dengan tidak mengurangi rasa hormat, bahwa sebetulnya pemerintah sudah melakukan hal yang bagus termasuk fiscal term saat ini boleh cost recovery, boleh gross split, tapi suasana competitiveness di luar negeri ini begitu besar, sehingga hal-hal yang sudah baik harus lebih baik lagi termasuk sisi pajak sisi split harus baik lagi," ujarnya dalam kesempatan yang sama, Senin (13/2/2023).

Sebagai informasi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa area Warim menyimpan potensi migas yang cukup besar untuk dikembangkan.

Namun demikian, pengembangannya terganjal lantaran area migas yang berlokasi di wilayah perbatasan dengan Papua Nugini tersebut berada di dalam area hutan nasional lorentz.

"Warim gede, cuma kan masih kita harus selesaikan, bisa gak kita upayakan, karena kalau Warim ini bisa kita kembangkan luar biasa Indonesia ini," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (10/2/2023).

Berdasarkan data Kementerian ESDM, area Warim sendiri mempunyai potensi sebesar 25,968 miliar barel minyak serta 47,37 triliun kaki kubik gas (TCF). Adapun potensi gas Warim diketahui melebihi produksi gas milik Blok Masela yang diperkirakan hanya mencapai 10,73 TCF.

Selain itu, pemerintah saat ini juga tengah mengharapkan tambahan produksi dari hasil kegiatan pengeboran sumur pengembangan di Blok Cepu maupun di Blok Rokan. Dengan begitu, tren penurunan produksi bisa ditekan.

Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, realisasi investasi hulu migas pada 2022 mencapai US$ 12,3 miliar, di bawah target yang dicanangkan sebesar US$ 13,2 miliar.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menyampaikan capaian investasi di sektor Migas sangat tergantung pada aktivitas pengeboran. Hal tersebut merespon adanya target investasi yang di tahun 2022 tidak tercapai.

"Jadi bahwa investasi ini sangat tergantung dari aktivitas, karena kegiatan yang paling mahal di hulu migas itu adalah ngebor," ungkap Dwi pada Konferensi Pers SKK Migas, Jakarta, Rabu (18/1/2023).

Adapun target investasi hulu migas pada 2023 ini dipatok naik menjadi US$ 15,54 miliar.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Duh! Lifting Migas RI Semester I-2025 Tak Capai Target