DPR Memanas, Program Penghapusan Kelas BPJS Terancam Batal

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Kamis, 09/02/2023 20:10 WIB
Foto: Raker bersama menteri kesehatan dan ketua DJSN. (Tangkapan Layar Youtube Komisi IX DPR RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Anggota dewan di Komisi IX DPR geram melihat tak lengkapnya data Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) ihwal evaluasi uji coba kelas standar rawat inap (KRIS). Sistem KRIS ini nantinya akan menghapus kelas 1, 2, dan 3 peserta BPJS Kesehatan

Kegeraman ini mencuat setelah DJSN memaparkan hasil evaluasi uji coba KRIS di rumah sakit verital pemerintah yang hanya sebanyak 4 RS. Padahal, data Kementerian Kesehatan telah memperluas uji coba ke 10 RS lainnya termasuk RS swasta dan RS pemerintah daerah.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyayangkan, sajian data evaluasi DJSN yang baru 4 RS itu turut berisi kesimpulan dari pihak DJSN bahwa 98% kriteria KRIS telah dipenuhi 4 rumah sakit tersebut. Padahal, data RS yang harus memenuhi KRIS itu berjumlah 14 termasuk 10 RS perluasan uji coba.


"Untuk DJSN memang jujur saya sedih melihat paparannya karena yang paling bertanggung jawab kan di sini. Paparannya tapi sangat minimalis, sudah tidak hadir Kepala DJSN nya dan paparannya minimalis," kata Kurniasih saat rapat dengar pendapat Kemenkes, DJSN, dan BPJS Kesehatan, Kamis (9/2/2023).

"Terbukti di sini di slide 5 temuan hasil uji coba kris secara umum 98% kriteria KRIS JKN telah dipenuhi 4 RS uji coba, saya bingung nih dikatakan 4 RS uji coba. Di presentase Pak Wamen lebih dari empat bahkan disebutkan nama rumah sakitnya," ujarnya.

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menambahkan, dari hasil pemaparan DJSN tersebut, ia mengaku juga tidak bisa mengambil keputusan apapun untuk melanjutkan program KRIS ini. Dia menganggap DJSN tidak profesional menjalankan program KRIS.

"Saya kira saya belum bisa mengambil keputusan apapun terhadap KRIS ini, KRIS ini tanggung jawabnya DJSN. KRIS dibantu oleh Kemenkes dalam rangka untuk uji coba, saya anggap ini enggak profesional dari data ini bagaimana kita mau ambil keputusan kalau tidak profesional," tuturnya.

Menurut dia, meskipun Ketua DJSN tak kunjung hadir saat diajak rapat DPR membahas KRIS seharusnya data-data hasil evaluasi yang disajikan lebih komprehensif, sebab program ini menurutnya akan memengaruhi keungan BPJS Kesehatan sendiri karena ruang rawat inap terstandarisasi tanpa adanya kenaikan tarif iuran sampai 2024.

"Gak datang pun masih bisa masuk akal kalau data-datanya utuh, data-datanya komprehensif dan luar biasa. Ini kita mau ambil kesimpulan apa kalau cuma tiga lembar empat lembar. Ini saya mohon maaf barang kali uji coba penelitiannya DJSN cuma asal comot saja, sangat tidak profesional ini," ucap dia.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kemenkes: Digitalisasi Bikin Layanan Kesehatan Lebih Hemat 20%